Lahan Gambut Kabupaten Bengkalis

Luas lahan gambut di Kabupaten Bengkalis diperkirakan sebesar 800.017,67 ha (69,68% dari total luas dataran kabupaten), yang dapat dibedakan berdasarkan penyebarannya pada setiap kecamatan, yaitu Bukit Batu 120.181,38 ha; Merbau 110.920,17 ha; Pinggir 99.778,20 ha; Siak Kecil 86.455,81 ha; Tebing Tinggi 74.573,37 ha; Rupat 66.260,52 ha; Rangsang 52.489,08 ha; Bengkalis 41.584,23 ha; Mandau 40.355,58 ha; Tebing Tinggi Barat 39.954,09 ha; Bantan 33.030,86 ha; Rangsang Barat 20.520,63 ha; dan Rupat Utara 13.913,75 ha. Penggunaan lahan gambut di Kabupaten Bengkalis antara lain untuk hutan lindung, hutan suaka alam, hutan produksi, perkebunan, pertanian (Nasrul, 2010).

Bahaya kebakaran lahan gambut merupakan salah satu bencana yang menjadi perhatian semua pihak secara nasional karena memiliki dampak kerugian bagi masyarakat nasional dan regional. Data 5 tahun terakhir 2014-2018 menunjukkan bahwa setiap tahun terjadi kebakaran gambut. Puncaknya tahun 2015 seluas 2.611.411,44 ha dan tahun 2018 seluas 510.564,21 ha (Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, 2019) 

Kebakaran lahan gambut terjadi karena adanya 3 elemen penting yang mendukung terjadinya kebakaran yaitu bahan bakar berupa material organik gambut, oksigen, dan api pemicu terjadinya kebakaran (complete combustion) yaitu bahan bakar, oksigen dan energi panas yang disebut dengan segitiga api. Menurut teori segi tiga api (fire triangel) kebakaran terjadi karena adanya 3 faktor yang menjadi unsur api yaitu bahan bakar (fuel), sumber panas (heat) dan oksigen (Soehatman, 2010). 

Tingkat ketersediaan bahan bakar di lahan gambut yang mudah terbakar dipengaruhi oleh kondisi kelembaban tanah gambut. Kelembaban tanah gambut dipengaruhi oleh tinggi muka air gambut. Simatupang et al. (2018) menyampaikan bahwa secara teori Tinggi Muka Air (TMA) akan mempengaruhi kadar air, semakin jauh tinggi air dari permukaan gambut cenderung meningkatkan kadar air seperti pada TMA 30 cm dan 80 cm, namun tidak terjadi pada kedalaman 50 cm, hal ini dapat saja dipengaruhi karena kondisi lokasi gambut yang cenderung bervariasi

Kawasan lahan gambut di Kabupaten Bengkalis memiliki tingkat bahaya kebakaran cukup tinggi terlihat dari adanya kebakaran lahan gambut setiap musim kemarau. Pada awal tahun 2019, berdasarkan laporan harian siaga darurat bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan Provinsi Riau, dari total 2.700 hektare lahan terbakar, mayoritas terjadi di Kabupaten Bengkalis yaitu tercatat luas lahan terbakar mencapai 1.263,83 hektare. Hampir setiap kecamatan di Kabupaten Bengkalis dilanda kebakaran sepanjang awal 2019 ini. Namun, kebakaran terparah tercatat di Pulau Rupat, Bengkalis (Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Riau, 2019)

ADAT ISTIADAT DI KEPENGHULUAN RANTAU BAIS

ADAT ISTIADAT DI KEPENGHULUAN RANTAU BAIS

Sehubungan dengan masyarakat Rantau Bais sebagian besar terdiri dari keturunan masyarakat
melayu Tambusai,adat istiadat yang turun temurun ini sangat banyak mempengaruhi pola kehidupan
masyarakat walaupun hal itu untuk sekarang ini tidak layak lagi dikerjakan,namun demikian untuk
kebudayaan yang sifatnya positif dan sesuai dengan pola kehidupan berbangsa dan bernegara tetap
dilestarikan dan dibina.
Masyarakat melayu tambusai terdiri 9 ( Sembilan) suku ditambah 2 (dua) suku anak-anak raja
yang masing-masing suku dikepalai oleh seorang pucuk suku (Kepala Suku) dibantu oleh tunkek
(Wakil) dan beberapa orang induk,kemudian tiap-tiap induk dibantu pula oleh beberapa orang mata
bawah perut,sedangkan anggota pengurus suku disebut Ninik Mamak dan anggota suku disebut Anak
kemenakan.
Sedangkan suku-suku yang merupakan keturunan melayu tambusai yang ada di Kepenghuluan
Rantau Bais hanya terdapat 7 (Tujuh) Suku yang tiap-tiap suku dikepalai oleh seorang Kepala Suku
antara lain :

1. Suku Melayu
2. Suku Ampu Sialok
3. Suku Kandang Kopuh
4. Suku Kuti Setia Maharaja
5. Suku Ampu Setia Pahlawan
6. Suku Malenggang
7. Suku Ampu Karang
Dalam kehidupan bermasyarakat di Kepenghuluan Rantau Bais,hal-hal yang di adatkan adalah
sebagai berikut :

1. Kegiatan Pernikahan/Perkawinan
2. Kegiatan Sunat Rasul
3. Ketan tindik (Memasang Anting-anting)
4. Timbun tanah atau acara pembangunan Kuburan.

Dalam pelaksanaan Adat Istiadat di Kepenghuluan Rantau Bais,peranan Ninik mamak sangat besar
sekali dalam hal menjaga kerukunan,keserasian,penyelesaian pertikaian antara anak kemenakan baik
dalam satu suku maupun dalam situasi antar suku.
Untuk masyarakat yang tidak bergabung dalam keanggotaan suku (Anak Kemenakan) dari
suku-suku yang ada di Kepenghuluan Rantau Bais,apabila mereka bersedia diatur dapat menjadi
anggota suku,biasanya bagi penduduk pendatang yaitu dengan cara melarutkan diri pada salah satu
suku dengan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh adat istiadat Kepenghuluan Rantau
Bais,pepatah adat mengatakan “ Dekat Mencari Kaum Famili, Jauh Menacari Suku”.-

Keadaan Umum Petani Padi di Desa Raja Bejamu

Keadaan Umum Petani Padi di Desa Raja Bejamu

Desa Raja Bejamu merupakan desa yang sangat berpotensi untuk dilakukan penanaman tanaman padi dengan skala besar, karena Desa Raja Bejamu ini merupakan satu dari beberapa desa yang memiliki topografi yang sesuai untuk pembudidayaan tanaman padi, baik dari kondisi tanah dan iklim yang ada di diuntungkan dalam penjualan gabah basah karena lebih efisien baik dari segi waktu maupun biaya, harga jual gabah basah yaitu Rp 3.750/Kg, sedangkan harga jual untuk gabah kering yaitu Rp 4.500/Kg. Luas Tanam Sebanyak 625 Ha produksi 9.984 Ton

Petani di Desa Raja Bejamu merupakan penduduk campuran dari berbagai suku yang mana asli penduduk lokal dan pendatang, tanah yang diolah merupakan hasil dari pembukaan lahan yang dulunya hutan yang memang dibiarkan oleh pemerintah dan sampai sekarang masih ada masyarakat pendatang dari luar Kecamatan Sinaboi yang datang untuk membuka lahan untuk diolah menjadi pertanian. Berkembangannya usaha perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau maka ikut juga masyarakat Desa Raja Bejamu mengalih fungsikan lahan pertanian menjadi tanaman kelapa sawit karena didorong oleh pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan pendapatan dari sektor pertanian. Sehingga banyak petani yang lebih tertarik membudidayakan tanaman kelapa sawit dibandingkan dengan tanaman padi serta masyarakat Desa Raja Bejamu juga mengalih fungsikan lahan pertaniannya menjadi perkebunan kelapa sawit. Sejauh ini memang sudah ada peran pemerintah untuk tidak mengalih fungsikan lahan pertanian menjadi perkebunan tetapi cuma sebatas bicara tidak ada tindakan yang membuat para petani takut dan mengasih arahan serta anjuran saja. Tetapi masih ada sebagian lahan masyarakat Desa Raja Bejamu yang tidak dialih fungsikan menjadi lahan perkebunan hal ini karena sadar akan mahalnya harga kebutuhan sembako seperti beras.

Pertanian di Desa Raja Bejamu masih alami dan mengolah lahan pertaniannya satu tahun sekali dan masih menggunakan bibit yang 6 bulan panen, Pada tahun 2012 produksi padi Desa Raja Bejamu meningkat yaitu 9.984,6 ton, luas panen 2.322/ha sedangkan luas panen 625/ha dibandingkan dengan lain yang ada di Kecamatan Raja Bejamu. Adapun untuk penanaman benih dimulai pada bulan desember hal ini dikarenakan pada bulan desember biasanya masyarakat percaya adanya musim penghujan karena pertanian di Desa Raja Bejamu tidak adanya sistem irigasi sehingga petani memulai penanaman dibulan desember.

Bibit yang digunakan oleh para petani umumnya yaitu Padi Sikuning atau lebih dikenal luas oleh masyarakat yaitu Kuku Balam. Petani padi di Desa Raja Bejamu ini memegang peran penting sebagai pendapatan untuk menopang hidup keluarga walaupun pada kenyataannya produktivitas tanaman padi yang diusahakan petani masih rendah karena hanya dibudidayakan satu tahun sekali. Secara teknis rendahnya produksi pembudidayaaan padi disebabkan kurangnya pengetahuan petani, seperti pengolahan lahan, pemilihan bibit, pemupukan dan pemeliharaan. Sebagian besar petani memiliki pengalaman berusahatani yang cukup baik, tetapi masih kurang dan perlu adanya peran dari pemerintah untuk membimbing para petani untuk berusahatani yang baik dengan sedikit mengeluarkan modal dan menghasilkan keuntungan yang besar.

Saluran Pemasaran Pertanian Padi

Pemasaran hasil pertanian petani padi memasarkannya ke Medan seperti Tebing Tinggi dan Pematang Siantar. Adapun kendala-kendala yang sering dihadapi para petani padi diantaranya adalah sulitnya mendapatkan pupuk seperti pupuk urea dan serangan hama penyakit seperti wereng, penggulung daun, orong-orong, keong mas dan burung. Pengelolaan usahatani padi ditangani langsung oleh PPL (Petugas Penyuluh Lapangan) yaitu sumber bagi petani untuk mendapatkan informasi tentang permasalahan yang ada. Maju dan berkembangnya petani di Raja Bejamu ini tergantung pada motivasi yang diberikan oleh para penyuluh lapangan. Petani di Desa Raja Bejamu ini berjumlah 400 petani yang mana setiap kelompok tani ada 25 anggota kelompok yang berjumlah 16 kelompok. Pada setiap anggota kelompok tani di awasi dan dibimbing langsung oleh petugas penyuluh lapangan (Petugas penyuluh lapangan Raja Bejamu,2012).

 

Saluran pemasaran padi di Desa Raja Bejamu terdiri dari 40 petani yang menjual kepada 5 pedagang pengumpul yang berada di berbeda Kecamatan seperti Kecamatan Sinaboi, Bangko serta Rimba Melintang dan 1 pedagang besar yang berada di Kota Medan Sumatera Utara. Jumlah petani yang menjual kepada masing-masing pedagang pengumpul berbeda satu sama lain. Dalam saluran pemasaran ini, petani mengeluarkan biaya konsumsi mereka mengeluarkan Rp. 883,8 untuk biaya pekerja.

Salah satu alasan petani mengeluarkan konsumsi yaitu karena petani merasa kasihan dengan pekerja panen selain itu sudah jadi kewajiban untuk memberikan konsumsi. Biaya upah panen biasanya berfluktuasi mengikuti perputaran harga pasaran gabah di Raja Bejamu yang diambil pedagang pengumpul. Adapun harga jual petani kepada pedagang pengumpul yaitu Rp 3.750/kg, sedangkan pedagang pengumpul menjual kepedagang besar adalah sebesar Rp 4.800/kg.

Sistem pembayaran pada pemasaran gabah melalui dua cara yaitu pembayaran tunai ataupun peminjaman modal diawal penanaman. Dalam pembayaran tunai yaitu dilakukan pada saat selesai penimbangan maka akan langsung pembayaran tunai tanpa adanya hutang/bon. Sedangkan dalam hal ini yang dimaksud dengan pembayaran diawal penanaman adalah disaat petani kekurangan modal untuk biaya berusaha tani tetapi tidak semua petani meminjam modal kepedagang pengumpul hanya sebagian kecil aja bagi petani yang kurang mampu.

Pedagang pengumpul hanya menjual gabah ke satu pedagang besar saja di Kota Medan, ini disebabkan karena sudah adanya langganan atau terikat perjanjian harga yang disepekati oleh pedagang. Selain itu mereka juga sudah cukup lama menjalin hubungan kerja sama sehingga mereka sudah saling percaya satu sama lainnya antara pedagang pengumpul dengan pedagang besar. 

Profil Desa Raja Bejamu

Profil Desa Raja Bejamu

Desa Raja Bejamu

Desa Raja Bejamu merupakan Desa yang terletak di Kacamatan Sinaboi Kabupaten Rokan Hilir. Secara geografis Desa Raja Bejamu berada pada posisi 1 0 14’00”LU-2 0 45’00”LU dan 1000 17’00”BT-1010 21’00”BT. Desa Raja Bejamu memiliki luas wilayah 9200 km2 yang terdiri dari 4 Rukun Warga (RW) dan 17 Rukun Tetangga (RT). Desa Raja Bejamu memiliki batas-batas dengan wilayah lainnya, yaitu : sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan Bukit Kapur, sebelah barat berbatasan dengan Desa Sei- Nyamuk, sebelah timur berbatasan dengan Desa Sei- Bakau.

Secara administratif Desa Raja Bejamu termasuk dalam wilayah Kecamatan Sinaboi Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Jarak Desa Raja Bejamu dari Ibu Kota Kecamatan sejauh 15 Km, jarak ke Ibu Kota Kabupaten (Rokan Hilir) 27 Km, jarak ini dapat ditempuh dengan transportasi darat. Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Desa Raja Bejamu keadaan iklim di penghuluan tersebut tidak jauh berbeda di Desa lainnya di Kabupaten Rokan Hilir yaitu beriklim tropis dengan curah hujan 1.808,5 mm/tahun dan temperatur udaranya berkisar pada 24oC-32oC.

Penduduk Desa Raja Bejamu Jumlah dan Tingkat Pendidikan

Penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan, dimana jumlah penduduk laki-laki sebanyak 2.497 (50,69 %) dan perempuan 2.429 jiwa (49,30 %) sehingga di dapat Sex Rasio adalah 102,8 %, artinya setiap 100 penduduk wanita berbanding dengan 103 penduduk laki-laki. sebagian besar tingkat pendidikan masyarakat Desa Raja Bejamu banyak yang Tidak Sekolah yaitu sebanyak 4560 orang (92,57 %), ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemiskinan masyarakat nelayan di Desa Raja Bejamu.

Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk Desa Bejamu terdiri dari bidang perikanan, pertanian, perdagangan, dan lain-lain. Untuk mengetahui jumlah penduduk di Desa Bejamu dapat dilihat pada Tabel 3.


Gambaran Masyarakat Nelayan Di Desa Raja Bejamu

Kondisi fisik perairan laut Desa Raja Bejamu berwarna jernih dan keruh. Fungsi utama dari perairan laut yang ada di Desa Raja Bejamu ini adalah di pergunakan untuk menangkap ikan oleh para nelayan yang ada di Desa Raja Bejamu. Masyarakat nelayan di Desa Raja Bejamu terdapat dua macam yaitu nelayan pribadi dan nelayan buruh. Nelayan pribadi yaitu nelayan yang mempunyai kapal dan alat tangkap sendiri untuk menangkap ikan sedangkan nelayan buruh yaitu nelayan yang bekerja dengan orang

Sarana dan Prasarana di Desa Raja Bejamu

Sarana dan prasarana di Desa Raja Bejamu terdapat mesjid 5 buah, gereja 4 buah dan kelenteng 1 buah. Di Desa Raja Bejamu juga terdapat gedung permanen 30 buah, rumah panggung 270 buah, semi permanen 40 buah dan rumah papan 470 buah. Berdasarkan agama dan lingkungan di Desa Raja Bejamu yang mendominasi tempat ibadah yaitu mesjid dan tempat tinggal nelayan yang mendominan yaitu rumah papan 470 buah karena di Desa Raja Bejamu merupakan wilayah pesisir. Kemudian di Desa Raja Bejamu terdapat 2 Taman kanak-kanan (TK), Sekolah Dasar (SD) 4 buah dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) 2 buah kemudian di Desa Raja Bejamu terdapat 14 Bangliau yang semua pemilik bangliau tersebut yaitu orang Tionghoa


Contoh Proposal Serai Wangi

Nomor             : 01/NJ/SKM/VIII/2016                                 Kepada Yth,                                   

Lampiran         : 1 jilid                                                            Yanti Komalasari

Perihal            : Permohonan Bantuan Alat Penyulingan       Anggota DPRD Riau

Perihal             : Permohonan Bantuan alat penyulingan        Provinsi Riau                                   

 

Dalam rangka mendukung suksesnya program bidang perekonomian dalam sektor pertanian, dengan pertumbuhan masyarakat yang cukup pesat maka perlu dilakukan pengembangan pertanian dalam hal ini penyulingan minyak serai wangi yang sangat dibutuhkan demi peningatan perekonomian masyarakat.

Oleh karena itu, kami kelompok tani “Harapan Jaya” Kelurahan Pelintung Kecamatan Medang Kampai Kota Dumai mengajukan permohonan bantuan alat penyulingan minyak serai wangi agar kiranya mendapat prioritas.

Besar harapan kami kiranya kebijaksanaan Ibu berpihak kepada kami, mengingat sangat perlunya bantuan tersebut untuk membantu meningkatkan kualitas dan kuantitas usaha yang kami miliki sekaligus meningkatkan taraf hidup kelompok kami.

Demikian permohonan ini kami buat atas bantuan dan kebijaksanaan Bapak/Ibu kami ucapkan terimakasih.                      

       Mengetahui,                                                                                                                                                                                 Ketua                                                                                          

                Lurah Pelintung                                                                  Kelompok Tani Harapan Jaya

                                                

 

 

       ALAZNI S.T.                                                                              AFRIANTO


PENDAHULUAN

Latar Belakang

            Kelurahan merupakan sebuah lembaga yang bersentuhan langsung dengan masyarakat maka kelurahan menjadi ujung tombak sebuah pembangunan, oleh sebab itu dibutuhkan suatu integralitas,sinergitas dan  kontinuitas pembangunan , yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.

            Sektor-sektor yang terdapat dalam kelurahan seperti sektor kesehatan, pendidikan, ekonomi produktif serta sektor sarana dan prasarana pada umumnya masih kurang dirasakan oleh masyarakat. Seperti halnya di Kelurahan kami yaitu Kelurahan Pelintung Kecamatan Medang Kampai Kota Dumai Provinsi Riau

            Kelurahan Pelintung memiliki beberapa potensi yang belum tergarap dengan sepenuhnya dalam sektor pertanian dan perkebunan. Maka dari itu pemerintah daerah provinsi berkewajiban untuk menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya dengan menggali potensi yang ada di daerah guna memberikan peningkatan nilai tambah kepada masyarakat. Salah satu upaya untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dalam sektor pertanian yaitu dengan  penyulingan minyak serai wangi, guna membentuk kemandirian dan pengembangan usaha yang efisien dan produktif.

            Pembudidayaan tanaman serai wangi yang saat ini sudah masih di budidayakan di keluarahan pelintung membutuhkan pembangunan penyulingan minyak serai wangi yang merupakan alternatif untuk meningkatkan pendapatan masyarakat petani. Usaha meningkatkan produksi minyak serai wangi dengan cara pengembangan tanaman dan penyulingan sangat terbuka lebar. Dikarenakan semakin banyaknya permintaan konsumen akan minyak serai wangi karena berkembangnya industri kosmetik dan parfum baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

 

Maksud dan Tujuan

a.       Meningkatkan produksi minyak serai wangi agar memenuhi persyaratan sehingga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.

b.       Meningkatkan penghasilan para petani minyak serai wangi agar bisa hidup makmur.

c.       Meningkatkan pengetahuan petani mengenai proses penyulingan minyak serai wangi yang baik dan benar.

Sasaran yang ingin dicapai

            Sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah :

1.   Meningkatkan pendapatan kelompok tani minyak serai wangi

2.   Membuka lapangan kerja

Profil umum kelompok

            Kelompok Tani Harapan Jaya merupakan kelompok tani yang beranggotakan 25 orang dengan susunan pengurus kelompok sebagai berikut :

            Ketua              : Afrianto

            Sekretaris        : Muhammad Ridwan

            Bendahara       : Subagio

            Masing-masing anggota patuh dan tunduk pada aturan dan kesepakatan bersama, sebagai penanggung jawab kelompok Tani Harapan  Jaya adalah Bapak Afrianto

            Faktor pendukung proses penyulingan minyak serai wangi ini adalah :

1.      Ketersediaan Lahan

Dalam budidaya tanaman serai wangi di kelurahan pelintung cukup didukung dengan adanya lahan yang kosong (belum terolah). Sehingga dapat dimanfaatkan oleh petani guna meningkatkan perekonomian para petani serai wangi.

2.      Tersedianya Tenaga Kerja

Pada umumnya para pemuda di Kelurahan Pelintung untuk memenuhi kebutuhan hidup mengandalkan merantau diluar daerah, namun jika budidaya tanaman serai wangi dan produksi minyak diterapkan dengan baik maka akan dapat membuka lapangan pekerjaan bagi para pemuda di Kelurahan Pelintung.

3.      Prospek Pasar

Prospek pasar untuk tanaman serai wangi sangatlah bagus, dalam penyediaan bahan baku kosmetik dan pearfum untuk pasar lokal. Semakin berkembangnya zaman permintaan tanaman nilam dipasar lokal diperkirakan akan meningkat.

Penjualan minyak serai wangi berada di tangan pengepul berkisar Rp.250.000,/kg, seiring dengan perkembangan teknologi maka strategi pemasaran dilakukan dengan cara mengirim minyak serai wangi langsung ke tempat produksi misalnya kosmetik dan parfum.

Usaha Yang Ingin Dikembangkan

            Usaha yang ingin dikembangkan oleh kelompok tani Harapan Jaya adalah membudidayakan tanaman serai wangi serta meningkatkan produksi minyak serai wangi.

Pada saat ini kapasitas penyulingan masih skala kecil sebanyak 200 kg dan memakan biaya operasional yang tinggi dan tidak efisien, proses penyulingan masih menggunakan jasa dengan biaya Rp.500.000,/1 kali penyulingan dengan menghasilkan minyak serai wangi berkisar antara 1- 1,5 kg minyak serai wangi. Diharapkan dengan adanya bantuan alat penyulingan dari anggota DPR Provinsi Riau dapat menekan anggaran pengeluaran, sehingga dapat meningkatkan pendapatan kelompok tani Harapan Jaya


RENCANA ANGGARAN BIAYA

PEMBUATAN TEMPAT PENYULINGAN SERAI WANGI


PENUTUP

Demikian proposal permohonan bantuan alat penyulingan minyak serai wangi untuk kelompok tani Harapan Jaya Kelurahan Pelintung . Besar harapan kami agar permohonan kami dapat dipertimbangkan untuk kemudian direalisasikan agar kelompok tani Harapan Jaya dapat segera melakukan kegiatan kelompok. Dan semoga niat dan usaha baik ini mendapat kemudahan dari Tuhan Yang Maha Esa.

Contoh Proposal Peternakan Sapi

LATAR BELAKANG

Pada tahun 2019 usaha peternakan Riau tumbuh sebesar 4,15 persen. Walaupun hanya menyumbang 0,78 persen dari ekonomi Riau, namun sejak tahun 2015 peternakan selalu tumbuh positif, Hal ini menunjukkan kinerja yang cukup baik. Bahkan di masa pandemi ini secara umum sektor pertanian tetap tumbuh positif. Khusus budidaya ternak sapi potong, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian mencatat jumlah ternak sapi potong di Provinsi Riau tahun 2019 sebanyak 198.296 ekor.

 

Berdasarkan jenisnya, sapi bali merupakan jenis rumpun sapi potong yang paling digemari oleh masyarakat Riau, dengan tujuan pemeliharaan untuk pengembangbiakan. Selama tahun 2019 jumlah ternak sapi potong yang masuk ke Riau lebih banyak dibanding yang keluar, terutama pada saat menjelang perayaan keagamaan, khususnya Hari Raya Idul Adha. Tercatat selama satu tahun terdapat lebih dari 21 ribu ekor sapi hidup masuk ke Riau, dan hanya 850 ekor yang dikirim keluar wilayah. Hal ini menunjukkan adanya permintaan pasar yang cukup tinggi baik untuk konsumsi daging sapi maupun untuk investasi ternak di Riau.

 

Jumlah sapi yang dipotong selama tahun 2019 sebanyak 50.395 ekor, termasuk yang dipotong ketika Hari Raya Haji.  Khusus untuk sapi yang dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH), tercatat rata-rata dalam satu hari dipotong 58 ekor sapi. Dilihat dari fluktuasi harga daging sapi di Riau yang relatif stabil, menunjukkan kebutuhan daging sapi di pasar tercukupi. Rata-rata harga daging sapi selama tahun 2019 berkisar 111 ribu per kilogram, gejolak harga biasanya terjadi pada bulan puasa karena tingginya permintaan.

 

Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait kondisi tersebut di atas; pertama, peternakan sapi di Riau masih sangat memungkinkan untuk berkembang lebih baik, mengingat potensi sumber daya pakan ternak yang cukup banyak. Sebagian besar wilayah Riau berupa perkebunan sawit yang mempunyai potensi pakan ternak melimpah. Pada beberapa tahun lalu pernah ada optimisme Riau menjadi pusat pengembangan ternak sapi terbesar di Sumatera, walaupun sampai saat ini populasi ternak sapi Riau masih di bawah beberapa Provinsi lain seperti Sumatera Utara, Lampung, Sumatera Barat, Aceh dan Sumatera Selatan, namun mengingat potensi yang tersedia bukan tidak mungkin cita-cita tersebut dapat terwujud di waktu mendatang.

 

MAKSUD DAN TUJUAN

 

  1. Mengembangkan peternakan sapi di Desa Harapan Jaya
  2. Meningkatan perekonomian masyarakat Kelompok Tani Hutan di Desa Haparan Jaya
  3. Mendukung Program Pemerintah dalam upaya pengetasan kemiskinan

PELAKSANA

Pelaksana Kegiatan pengembangan peternakan sapi di Desa Harapan Jaya akan di kelola oleh Kelompok Tani Hutan ………………

 

SUSUNAN PENGURUS

Ketua :

Sekretaris :

Bendahara :

 

RENCANA ANGGARAN BIAYA

---

 

PENUTUP

Demikian proposal bantuan pengembengan ternak sapi ini kami sampaikan, atas perhatian dan persetejuan proposal ini kami ucapkan terima kasih

Desa Harapan Jaya, 31 Juli 2021

Contoh Surat Permohonan Kata Sambutan

Nomor       :

04/YG/08/2021

Pekanbaru, 30 Agustus 2021

Lampiran   :

1 (Satu) Berkas

 

Perihal       :

Permohonan Kata Sambutan Webinar Pengelolaan Lahan gambut oleh Masyarakat Lanskap Giam Siak Kecil dan Kerumutan Provinsi RIau

 

Kepada Yth,

Bpk Dr.Ir. Mamun Murod, MM, MH.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup & Kehutanan Provinsi Riau

di-

Tempat

 

Dengan Hormat,

 

Kami mendoakan semoga Bapak dalam keadaan sehat wal’afiat sehingga dapat menyelesaikan aktifitas sehari-hari dengan baik.

 

Dalam rangka mendiseminasikan informasi kegiatan pengelolaan lahan gambut oleh masyarakat di Lanksap Kerumutan dan Kabupaten Bengkalis, maka dari ini kami Yayasan Gambut bekerja sama dengan Global Environment Centre (GEC) akan melaksanakan kegiatan “Webinar Pengelolaan Lahan Gambut oleh Masyarakat di Lanksap Giam Siak Kecil dan Kerumutan Provinsi Riau” yang akan di laksanakan pada :

 

Hari                       : Jumat, 03 September 2021

Waktu                  : 14.00 – 16.00 WIB

Tempat                : Zoom Meeting

 

Dengan ini kami bermaksud mengundang Bapak untuk memberikan kata sambut dalam webinar “Pengelolaan Lahan Gambut Oleh Masyarakat Lanskap Giam Siak Kecil dan Kerumutan Provinsi Riau” (Informasi Kegiatan Terlampir)

 

Demikian surat permohonan ini kami sampaikan, atas perhatian dan ketersediaan waktu Bapak kami ucapkan terimakasih.

 

 

Hormat Kami,

Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim

RAN-API DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

RAN-API merupakan bagian dari kerangka pembangunan nasional Indonesia. Dari sisi perencanaan pembangunan nasional, RAN-API merupakan rencana tematik lintas bidang yang lebih spesifik dalam mempersiapkan rencana pembangunan yang memiliki daya tahan terhadap perubahan iklim (climate proof/ resilient development) di tingkat nasional. RAN-API diharapkan dapat memberikan arahan pada Rencana Kerja Pemerintah maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) di masa depan, agar lebih tanggap terhadap dampak perubahan iklim. RAN-API tidak menjadi dokumen terpisah yang memiliki kekuatan legal formal tersendiri, namun menjadi masukan utama dan bagian integral dari dokumen perencanaan pembangunan nasional dan perencanaan Kementerian/Lembaga (K/L). RAN-API juga merupakan acuan bagi  pemerintah daerah dalam menyusun Strategi/Rencana Aksi Daerah Adaptasi Perubahan Iklim sebagai arahan
dalam menyiapkan dokumen perencanaan pembangunan yang tahan perubahan iklim.

Untuk pelaksanaan adaptasi perubahan iklim di daerah perlu disusun Rencana Aksi Daerah Adaptasi Perubahan Iklim (RAD-API) di tingkat Provinsi yang penyusunannya merupakan tanggung jawab daerah masing-masing dengan koordinasi dari Kementerian Dalam Negeri. RAD-API disusun dengan melibatkan dinas teknis terkait dan sesuai dengan prioritas pembangunan daerah berdasarkan kemampuan APBD dan masyarakat.

ARAH KEBIJAKAN DAN SASARAN RENCANA AKSI NASIONAL ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

Dengan memperhatikan pengertian adaptasi perubahan iklim serta tujuannya, adaptasi dapat dikatakan sebagai upaya untuk meningkatkan ketahanan (resiliensi) suatu sistem terhadap dampak perubahan iklim.

Sehingga adaptasi perubahan iklim di Indonesia diarahkan sebagai:
1.      Upaya penyesuaian dalam bentuk strategi, kebijakan, pengelolaan/manajemen, teknologi dan sikap agar dampak (negatif) perubahan iklim dapat dikurangi seminimal mungkin, dan bahkan jika memungkinkan dapat memanfaatkan dan memaksimalkan dampak positifnya.
2.       Upaya mengurangi dampak (akibat) yang disebabkan oleh perubahan iklim, baik langsung maupun tidak langsung, baik kontinu maupun diskontinu dan permanen serta dampak menurut tingkatnya.

Dengan memperhatikan sektor-sektor dan aspek pembangunan yang terkena dampak perubahan iklim dapat dikatakan bahwa untuk memastikan pencapaian sasaran pembangunan nasional dengan adanya dampak perubahan iklim diperlukan ketahanan di bidang ekonomi, sosial dan lingkungan. Selain itu, mengingat bahwa negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang rentan terhadap perubahan iklim diperlukan pula ketahanan di wilayah khusus seperti pulau-pulau kecil, pesisir dan perkotaan. Untuk itu, dalam kaitan ini, Sasaran Strategis RAN-API diarahkan untuk:
(i)             membangun ketahanan ekonomi,
(ii)           membangun tatanan kehidupan (sosial) yang tangguh terhadap dampak perubahan iklim (ketahanan sistem kehidupan),
(iii)         menjaga keberlanjutan layanan jasa lingkungan ekosistem (ketahanan ekosistem) dan
(iv)          penguatan ketahanan wilayah khusus di perkotaan, pesisir dan pulau-pulau kecil.

Untuk mendukung penguatanpenguatan di berbagai bidang tersebut, dibutuhkan sistem pendukung penguatan ketahanan nasional menuju sistem pembangunan yang berkelanjutan dan tangguh terhadap perubahan iklim.

STRATEGI DAN RENCANA AKSI ADAPTASI PER BIDANG
Sasaran pembangunan setiap sektor tidak mungkin dapat dicapai dengan optimal tanpa didukung oleh sector lain. Oleh karena itu, penetapan langkah aksi adaptasi setiap sektor dalam rangka membangun ketahanan ekonomi, tatanan kehidupan, ekosistem dan wilayah khusus terhadap dampak perubahan iklim perlu melihat keterkaitan program antar sektor. Hal ini dapat dijadikan sebagai landasan dalam membangun sinergitas dan mengisi gap kegiatan aksi adaptasi yang perlu dikembangkan agar sasaran RAN-API dapat dicapai.

MEKANISME PELAKSANAAN

• MEKANISME KOORDINASI
Penyusunan dokumen RAN-API diharapkan dapat meningkatkan koordinasi antar kementerian/lembaga terkait dan juga pelibatan pemangku kepentingan lainnya baik swasta, lembaga swadaya masyarakat, lembaga kerjasama internasional, universitas dan lembaga penelitian. Dalam rangka memudahkan koordinasi dalam penanganan perubahan iklim baik mitigasi maupun adaptasi dan untuk meningkatkanefisiensi dan efektivitas pencapaian perencanaan rencana aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim,Menteri PPN/Kepala Bappenas telah mengeluarkan SK Menteri PPN/Kepala Bappenas No Kep.38/M.PPN/ HK/03/2012 tentang pembentukan Tim Koordinasi Penanganan Perubahan Iklim, yang terdiri dari 6 (enam) kelompok kerja, diantaranya Kelompok Kerja Adaptasi. Pemerintah Daerah memiliki peran penting dalam pelaksanaan adaptasi sesuai dengan kondisi wilayah dan tingkat kerentanan yang dimilikinya. Pada dasarnya dampak langsung perubahan iklim terjadi pada skala lokal sehingga tindakan adaptasi dilakukan pada tingkatan dan kondisi lokal setempat. Untuk menghasilkan upaya adaptasi yang efektif diperlukan upaya menyeluruh pada berbagai tingkatan pemerintah, dipandu dan didukung dengan adanya strategi dan kebijakan adaptasi di tingkat pusat.

Penyusunan dan pelaksanaan RAN-API dan RAD-API perlu memperhatikan pembagian kewenangan dan urusan pemerintahan pada bidang yang terkait dengan adaptasi perubahan iklim.

MEKANISME PENDANAAN ADAPTASI
Sampai saat ini belum ada kebijakan pendanaan adaptasi perubahan iklim yang secara khusus dikembangkan untuk mendukung pelaksanaan rencana aksi adaptasi di Indonesia.
Di dalam perencanaan jangka menengah, isu perubahan iklim telah mendapatkan prioritas pendanaan melalui mekanisme APBN. Selain itu, kebijakan pendanaan perubahan iklim tidak hanya berasal dari sumber pendanaan domestik, namun dikembangkan dari berbagai sumber pendanaan lain termasuk kerjasama internasional dan sektor swasta.

Berbagai program adaptasi perubahan iklim selama ini banyak didukung oleh pendanaan yang berasal dari kerjasama internasional, baik dalam bentuk peningkatan kapasitas maupun pembiayaan proyek percontohan. Pendanaan dalam negeri yang menjadi prioritas utama dalam pendanaan RAN-API bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sesuai dengan RPJMN 2010-2014 dan RKP tahun berjalan. Sumber pendanaan dalam negeri lainnya, seperti APBD, hutang pemerintah, investasi swasta (perbankan dan non-perbankan), dan corporate social responsibility (CSR).

Sumber dana dari internasional lainnya secara luas dapat dipakai baik oleh pemerintah maupun oleh pihak swasta. Pemakaian sumber ini sangat bergantung kepada mekanisme pengusulan yang berlaku pada masing-masing institusi penyedia dana.

MEKANISME MONITORING, EVALUASI, KAJI ULANG DAN PELAPORAN
Proses pemantauan dan evaluasi RAN-API diperlukan untuk memastikan pencapaian target dan sasaran penurunan emisi yang telah ditetapkan. Proses pemantauan pelaksanaan kegiatan RAN-API dilakukan oleh Kementerian/Lembaga terkait dan secara berkala dilaporkan kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas. Mekanisme Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan akan diatur kemudian sesuai dengan peraturan yang berlaku.Upaya monitoring dan evaluasi yang dilakukan harus sejalan dengan sistem monitoring dan evaluasi yang telah dilakukan untuk pelaksanaan kegiatan pembangunan. Kementerian PPN/Bappenas akan melakukan proses evaluasi dan kaji ulang RAN-API yang terintegrasi secara berkala sesuai dengan kebutuhan nasional dan perkembangan global terkini.

Identifikasi Masalah Dampak Perubahan Iklim

Identifikasi target cakupan wilayah dan/atau sektor spesifik merupakan langkah awal dalam penyusunan adaptasi. Kegiatan tersebut dilakukan dengan cara diskusi atau konsultasi yang melibatkan pemangku kepentingan terkait adaptasi perubahan iklim. Pemangku kepentingan mengacu pada lampiran VI dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No P.33/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2016.

Adapun tahapan kegiatan identifikasi target adalah sebagai berikut :

a. Pemetaan wilayah dan/atau sektor terdampak perubahan iklim.

Pemetaan wilayah dan/atau sektor terdampak perubahan iklim dilakukan melalui diskusi antara pemangku kepentingan untuk menentukan wilayah dan/atau sektor spesifik yang menjadi prioritas dengan mempertimbangkan informasi wilayah dan atau sektor spesifik rawan terhadap bencana terkait iklim (misal: banjir, kekeringan, longsor, dan angin kencang), kontribusinya terhadap pendapatan domestik bruto (PDRB), kebijakan nasional, atau arahan pimpinan daerah/program pembangunan.

b. Pengumpulan data dan informasi terkait dampak kejadian iklim.

Data dan informasi dikumpulkan terkait dengan dampak kejadian iklim di wilayah dan/atau sektor spesifik yang telah dijadikan prioritas untuk telaah dampak kejadian iklim. Data dan informasi dikumpulkan melalui cara antara lain: bukti-bukti dampak kejadian iklim/bencana terkait iklim (misal: foto, wawancara), laporan telaah pustaka, ataupun hasil analisis. Data dan informasi yang dikumpulkan dalam rentang sekurang-kurangnya periode 30 (tiga puluh) tahun sebelum dilakukan kajian.

c. Pendataan kerugian dan manfaat akibat perubahan iklim.

Data dan informasi kerugian dan manfaat akibat perubahan iklim atau bencana terkait iklim dilakukan pada wilayah dan/atau sektor spesifik yang telah diprioritaskan. Misal untuk target pertanian di Kabupaten A, - 15 -

perlu dikumpulkan data dan informasi luas lahan yang rusak atau penurunan produksi akibat banjir, atau data dan informasi manfaat perubahan iklim (misal: peningkatan suhu udara, perubahan hari hujan dan curah hujan musiman) terhadap perpanjangan musim atau perluasan wilayah tanam untuk komoditas tanaman tertentu. 

Apa Itu Lahan Gambut?

Sifat-sifat Tanah Gambut

Gambut adalah merupakan suatu ekosistem lahan basah yang dicirikan oleh adanya akumulasi bahan organik yang berlangsung dalam kurun waktu lama. Akumulasi ini terjadi karena lambatnya laju dekomposisi dibandingkan dengan laju penimbunan bahan organik yang terdapat di lantai hutan lahan basah.
Secara umum, pembentukan dan pematangan gambut berjalan melalui tiga proses yaitu pematangan fisik, pematangan kimia dan pematangan biologi. Kecepatan proses tersebut dipengaruhi oleh ikil (suhu dan curah hujan), susunan bahan organik, aktivitas organisme, dan waktu (Andriesse, 1998, dalam Sri Najiyati., Lili Muslihat dan I Nyoman N Suryadiputra. 2005). Gambaran proses pematangan gambut dapat dijelaskan sebagi berikut :
·     Pematangan fisik terjadi dengan adanya pelepasan air (dehidrasi) karena drainase, evaporasi (penguapan), dan dihisap oleh akar. Proses ini ditandai dengan penurunan dan perubahan warna tanah
·     Pematangan kimia terjadi melalui peruraian bahan-bahan organik menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Proses pematangan ini akan melepaskan senyawa-senyawa asam-asam organik yang beracun bagi tanaman dan membuat suasana tanah menjadi asam. Gambut yang telah mengalami pematangan kimia secara sempurna akhirnya akan membentuk bahan organik baru yang disebut sebagai humus
·     Pematangan biologi merupakan proses yang disebabkan oleh aktivitias mikroorganime tanah. Proses ini biasanya akan lebih cepat terjadi setelah pembuatan drainase karena tersedianya oksigen yang cukup menguntungkan bagi pertumbuhan mikroorganisme

Sifat tanah gambut dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu sifat fisik dan kimia. Sifat-sifat fisik dan kimia gambut, tidak saja ditentukan oleh tingkat dekomposisi bahan organik tetapi juga oleh type vegetasi asal bahan organik.

a.     Sifat Fisik Gambut

Sifat fisik gambut yang penting untuk diketahui antara lain tingkat kematangan, berat jenis, kapasitas menahan air, daya dukung (bearing capacity), penurunan tanah, daya hantar hidrolik, dan warna.

Tingkat kematangan gambut: Kematangan gambut bervariasi karena dibentuk dari bahan, kondisi lingkungan dan waktu yang berbeda. Gambut yang telah matang akan cenderung lebih halus dan lebih subur. Sebaliknya yang belum matang, banyak mengandung serat kasar dan kurang subur. Berdasarkan tingkat kematangan, gambut dibedakan menjadi tiga, yaitu gambut dengan tingkat pelapukan awal (masih muda, fibrik), gambut yang memiliki tingkat pelapukan sedang (setengah matang, hemik), dan gambut yang tingkat pelapukannya sudah lanjut (matang, saprik).

Warna gambut: Meskipun bahan asal gambut berwarna kelabu, coklat atau kemerahan tetapi setelah dekomposisi muncul senyawa-senyawa yang berwarna gelap sehingga gambut umumnya berwarna coklat sampai kehitaman. Warna gambut menjadi salah satu indikator kematangan gambut. Semakin matang, gambut semakin berwarna gelap. Fibrik berwarna coklat, hemik berwarna coklat tua, dan saprik berwarna hitam (Darmawijaya, 1990 dalam Sri Najiyati., Lili Muslihat dan I Nyoman N Suryadiputra. 2005). Dalam keadaan basah, warna gambut biasanya semakin gelap.

Bobot Jenis (Bulk Density/BD): Gambut memiliki berat jenis yang jauh lebih rendah dari pada tanah aluvial. Makin matang gambut, semakin besar berat jenisnya. Waluyo et all., 2003 (dalam Sri Najiyati., Lili Muslihat dan I Nyoman N Suryadiputra. 2005), membuat klasifikasi nilai berat jenis atau bobot isi (bulk density) tanah gambut di Sumatera sebagai berikut : gambut saprik nilai bobot isinya sekitar 0,28 gr/cc, hemik 0,17 gr/cc dan fibrik 0,10 gr/cc. Akibat berat jenisnya yang ringan, gambut kering mudah tererosi/terapung terbawa aliran air.

Kapasitas menahan air: gambut memiliki porositas yang tinggi sehingga mempunyai daya menyerap air yang sangat besar. Apabila jenuh, kandungan air pada gambut saprik, hemik dan fibrik berturut-turut adalah < 450%, 450 - 850 %, dan > 850% dari bobot keringnya atau 90% volumenya (Suhardjo dan Dreissen, 1975 dalam Sri Najiyati., Lili Muslihat dan I Nyoman N Suryadiputra. 2005). Oleh karena itu, gambut memiliki kemampuan sebagai penambat air (reservoir) yang dapat menahan banjir saat musim hujan dan melepaskan air saat musim kemarau sehingga intrusi air laut saat kemarau dapat dicegahnya.

Kering tak balik (Hydrophobia Irreversible): Lahan gambut yang sudah dibuka dan telah didrainase dengan membuat kanal, kandungan airnya menurun secara berlebihan. Penurunan air permukaan akan menyebabkan lahan gambut menjadi kekeringan. Gambut mempunyai sifat kering tak balik. Artinya, gambut yang sudah mengalami kekeringan yang ekstrim, akan sulit menyerap air kembali. Gambut yang telah mengalami kekeringan ekstrim ini memiliki bobot isi yang sangat ringan sehingga mudah hanyut terbawa air hujan, strukturnya lepas-lepas seperti lembaran serasah, mudah terbakar, dan sulit ditanami kembali.

Daya hantar hidrolik: Gambut memiliki daya hantar hidrolik (penyaluran air) secara horisontal (mendatar) yang cepat sehingga memacu percepatan pencucian unsur-unsur hara ke saluran drainase. Sebaliknya, gambut memiliki daya hidrolik vertikal (ke atas) yang sangat lambat. Akibatnya, lapisan atas gambut sering mengalami kekeringan, meskipun lapisan bawahnya basah. Hal ini juga menyulitkan pasokan air ke lapisan perakaran. Daya hidrolik air ke atas hanya sekitar 40 - 50 cm. Untuk mengatasi perilaku ini, perlu dilakukan upaya untuk menjaga ketinggian air tanah pada kedalaman tertentu. Untuk tanaman semusim, kedalaman muka air tanah yang ideal adalah kurang dari 100 cm. Sedangkan untuk tanaman tahunan disarankan untuk mempertahankan muka air tanah pada kedalaman 150 cm.

Daya tumpu: Gambut memiliki daya dukung atau daya tumpu yang rendah karena mempunyai ruang pori yang besar sehingga kerapatan tanahnya rendah dan bobotnya ringan. Ruang pori total untuk bahan fibrik/hemik adalah 86 - 91 % (volume) dan untuk bahan hemik/saprik 88 - 92%, atau rata-rata sekitar 90% volume (Suhardjo dan Dreissen, 1975 dalam Sri Najiyati., Lili Muslihat dan I Nyoman N Suryadiputra. 2005). Sebagai akibatnya, pohon yang tumbuh di atasnya menjadi mudah rebah. Rendahnya daya tumpu akan menjadi masalah dalam pembuatan saluran irigasi, jalan, pemukiman, dan pencetakan sawah (kecuali gambut dengan kedalaman kurang dari 75 cm).

Penurunan permukaan tanah (Subsidence) : Setelah dilakukan drainase atau reklamasi, gambut berangsur-angsur akan kempes dan mengalami subsidence/amblas yaitu penurunan permukaan tanah, kondisi ini disebabkan oleh proses pematangan gambut dan berkurangnya kandungan air. Lama dan kecepatan penurunan tersebut tergantung pada kedalaman gambut. Semakin tebal gambut, penurunan tersebut semakin cepat dan berlangsungnya semakin lama. Rata-rata penurunan adalah 0,3 - 0,8 cm/bulan, dan terjadi selama 3 - 7 tahun setelah drainase dan pengolahan tanah. Masalah penurunan gambut pada tanaman tahunan, biasanya ditanggulangi dengan cara ; penanaman tanaman tahunan di dahului dengan penanaman tanaman semusim minimal tiga kali musim tanam, dilakukan pemadatan sebelum penanaman tanaman tahunan, dan membuat lubang tanam bertingkat.

Mudah terbakar: Lahan gambut cenderung mudah terbakar karena kandungan bahan organik yang tinggi dan memiliki sifat kering tak balik, porositas tinggi, dan daya hantar hidrolik vertikal rendah. Kebakaran di lahan gambut sangat sulit dipadamkan karena dapat menembus di bawah permukaan tanah. Bara di lahan gambut hanya dapat dipadamkan oleh air hujan yang lebat. Oleh sebab itu, kebakaran gambut harus dicegah dengan cara tidak membakar lahan, tidak membuang bara api sekecil apapun, seperti puntung rokok secara sembarangan terutama di musim kemarau, dan menjaga kelembaban tanah gambut dengan tidak membuat drainase secara berlebihan.

b.    Sifat Kimia Gambut

Sifat kimia gambut yang penting diketahui adalah tingkat kesuburan dan faktor- faktor yang mempengaruhi kesuburan tersebut.

Kesuburan gambut: Freisher dalam Dreissen dan Soepraptohardjo, 1974 (dalam Sri Najiyati., Lili Muslihat dan I Nyoman N Suryadiputra. 2005) membagi gambut dalam tiga tingkatan kesuburan yaitu Eutropik (subur), mesotropik (sedang), dan oligotropik (tidak subur). Secara umum gambut topogen yang dangkal dan dipengaruhi air tanah dan sungai umumnya tergolong gambut mesotropik sampai eutropik sehingga mempunyai potensi kesuburan alami yang lebih baik dari pada gambut ombrogen (kesuburan hanya terpengaruh oleh air hujan) yang sebagian besar oligotropik.
Kadar abu merupakan petunjuk yang tepat untuk mengetahui keadaan tingkat kesuburan alami gambut. Pada umumnya gambut dangkal (< 1m) yang terdapat di bagian tepi kubah mempunyai kadar abur sekitar 15%, bagian lereng dengan kedalaman 1 - 3 m berkadar abu sekitar 10% sedangkan di pusat kubah yang dalamnya lebih dari 3 meter, berkadar abu kurang dari 10% bahkan kadang-kadang kurang dari 5%.

Tanah gambut umumnya memiliki kesuburan yang rendah, ditandai dengan pH rendah (masam), ketersediaan sejumlah unsur hara makro (K, Ca, Mg, P) dan mikro (Cu, Zn, Mn, dan Bo) yang rendah, mengandung asam-asam organik yang beracun, serta memiliki Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang tinggi tetapi Kejenuhan Basa (KB) rendah.

KTK yang tinggi dan KB yang rendah menyebabkan pH rendah dan sejumlah pupuk yang diberikan ke dalam tanah relatif sulit diambil oleh tanaman. Pada umumnya lahan gambut tropis memiliki pH antara 3 - 4,5. Gambut dangkal mempunyai pH lebih tinggi (pH 4,0 - 5,1) dari pada gambut dalam (pH 3,1 - 3,9). Kandungan Al pada tanah gambut umumnya rendah sampai sedang, berkurang dengan menurunnya pH tanah. Kandungan N total termasuk tinggi, namun umumnya tidak tersedia bagi tanaman, oleh karena rasio C/N yang tinggi.

Tingkat kesuburan tanah gambut dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu ketebalan gambut, bahan asal, kualitas air, kematangan gambut, dan kondisi tanah di bawah gambut. Secara umum, gambut yang berasal dari tumbuhan berbatang lunak lebih subur dari pada gambut yang berasal dari tumbuhan berkayu. Gambut yang lebih matang lebih subur dari pada gambut yang belum matang. Gambut yang mendapat luapan air sungai atau air payau lebih subur dari pada gambut yang hanya memperoleh luapan atau curahan airn hujan. Gambut yang terbentuk di atas lapisan liat/lumpur lebih subur dari pada yang terdapat di atas lapisan pasir. Dan gambut dangkal lebih subur dari pada gambut dalam.