Proses Pembentukan Peraturan Desa

Proses Pembentukan Peraturan Desa

Prosedur Pembentukan Peraturan Desa

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa, prosedur pembentukan Peraturan Desa adalah sebagai berikut :

(1) Tahap Perencanaan:
  • Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa dan BPD dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa.
  • Lembaga kemasyarakatan, lembaga adat dan lembaga desa lainnya di desa dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Desa dan atau BPD untuk rencana penyusunan rancangan Peraturan Desa.
  • Skema pemberian masukan oleh masyarakat dalam digambarkan sebagai berikut:


(2) Tahap Penyusunan:
  • Jika penyusunan rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa, maka harus memperhatikan hal-hal berikut:
  • Rancangan Peraturan Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa dan dapat dikonsultasikan kepada camat untuk mendapatkan masukan.
  • Rancangan Peraturan Desa yang dikonsultasikan diutamakan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat yang terkait langsung dengan substansi materi pengaturan.
  • Masukan dari masyarakat desa dan camat digunakan Pemerintah Desa untuk tindak lanjut proses penyusunan rancangan Peraturan Desa.
  • Rancangan Peraturan Desa yang telah dikonsultasikan disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk dibahas dan disepakati bersama.
Jika Rancangan Penyusunan Rancangan Peraturan Desa berasal dari Badan Permusyawaratan Desa, maka harus diperhatikan hal-hal di bawah ini:

  •   Semua rancangan Peraturan Desa kecuali untuk rancangan Peraturan Desa tentang rencana pembangunan jangka menengah Desa, rancangan Peraturan Desa tentang rencana kerja Pemerintah Desa, rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa dan rancangan Peraturan Desa tentang laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa
  • ·     Rancangan Peraturan Desa dapat diusulkan oleh anggota BPD kepada pimpinan BPD untuk ditetapkan sebagai rancangan Peraturan Desa usulan BPD.

(3) Tahap Pembahasan:
  • BPD mengundang Kepala Desa untuk membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa.
  • Dalam hal terdapat rancangan Peraturan Desa prakarsa Pemerintah Desa dan usulan BPD mengenai hal yang sama untuk dibahas dalam waktu pembahasan yang sama, maka didahulukan rancangan Peraturan Desa usulan BPD sedangkan Rancangan Peraturan Desa usulan Kepala Desa digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.
  • Rancangan Peraturan Desa yang belum dibahas dapat ditarik kembali oleh pengusul.
  • Rancangan Peraturan Desa yang telah dibahas tidak dapat ditarik kembali kecuali atas kesepakatan bersama antara Pemerintah Desa dan BPD.
  • Rancangan Peraturan Desa yang telah disepakati bersama disampaikan oleh pimpinan BPD kepada Kepala Desa untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal kesepakatan.
  • Rancangan Peraturan Desa wajib ditetapkan oleh Kepala Desa dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan Peraturan Desa dari pimpinan Badan Permusyawaratan Desa.


(4) Tahap Penetapan:
  •    Rancangan Peraturan Desa yang telah dibubuhi tanda tangan, disampaikan kepada Sekretaris Desa untuk diundangkan.
  •     Dalam hal Kepala Desa tidak menandatangani Rancangan Peraturan Desa, Rancangan Peraturan Desa tersebut wajib diundangkan dalam Lembaran Desa dan sah menjadi Peraturan Desa.

(5) Tahap Pengundangan:
  •         Sekretaris Desa mengundangkan peraturan desa dalam lembaran desa.
  •        Peraturan Desa dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sejak diundangkan.

(6) Tahap Penyebarluasan:
  • ·   Penyebarluasan dilakukan oleh Pemerintah Desa dan BPD sejak penetapan rencana penyusunan rancangan Peraturan Desa, penyusunan Rancangan Peratuan Desa, pembahasan Rancangan Peraturan Desa, hingga Pengundangan Peraturan Desa.
  • ·       Penyebarluasan dilakukan untuk memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat dan para pemangku kepentingan.


(7) Evaluasi Rancangan Peraturan Desa

Peraturan Desa dapat dilakukan Evaluasi oleh Bupati/Walikota melalui camat. Evaluasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap rancangan Peraturan Desa untuk mengetahui apakah rancangan peraturan itu bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Ketentuan evaluasi adalah sebagai berikut:
  • ·   Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa yang telah dibahas dan disepakati oleh Kepala Desa dan BPD, disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota Melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) hari sejak disepakati untuk dievaluasi. Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan hasil evaluasi dalam batas waktu, Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya.
  • ·       Hasil evaluasi rancangan Peraturan Desa diserahkan oleh Bupati/Walikota paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan Peraturan tersebut oleh Bupati/Walikota. Dalam hal Bupati/Walikota telah memberikan hasil evaluasi, Kepala Desa wajib memperbaikinya.
  • ·      Kepala Desa memperbaiki rancangan peraturan desa paling lama 20 (dua puluh) hari sejak diterimanya hasil evaluasi. Kepala Desa dapat mengundang BPD untuk memperbaiki rancangan peraturan desa. Hasil koreksi dan tindaklanjut disampaikan Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui camat
  • ·    Dalam hal Kepala Desa tidak menindaklanjuti hasil evaluasi, dan tetap menetapkan menjadi Peraturan Desa, Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa dengan Keputusan Bupati/Walikota.
  • ·    Bupati/Walikota dapat membentuk tim evaluasi Rancangan Peraturan Desa. Tim ditetapkan dengan keputusan Bupati/Walikota.


(8) Klarifikasi Peraturan di Desa
Klarifikasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap peraturan di Desa untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum, dan/atau Peraturan Perundangundangan yang lebih tinggi. Tata cara klarifikasi adalah sebagai berikut:

  • ·       Peraturan Desa yang telah diundangkan disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota paling lambat 7 (tujuh) Hari sejak diundangkan untuk diklarifikasi. Bupati/Walikota melakukan klarifikasi Peraturan Desa dengan membentuk tim klarifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterima.
  • ·       Hasil klarifikasi dapat berupa:

1.     Hasil klarifikasi yang sudah sesuai dengan kepentingan umum, dan/atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi; dan
2.     hasil klarifikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
  • ·       Dalam hal hasil klarifikasi Peraturan Desa tidak bertentangan dengan kepentingan umum, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Bupati/Walikota menerbitkan surat hasil klarifikasi yang berisi hasil klarifikasi yang telah sesuai.
  • ·       Dalam hal hasil klarifikasi bertentangan dengan kepentingan umum, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa tersebut dengan Keputusan Bupati/Walikota.

Prinsip Pembentukan Peraturan Desa

Jenis Peraturan di Desa

Berdasarkan pada Undang-Undang Desa (Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014), peraturan yang ada di desa meliputi:

  1. PERATURAN DESA yaitu peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
  2. PERATURAN BERSAMA KEPADA DESA adalah peraturan yang ditetapkan oleh dua atau lebih Kepala Desa dan bersifat mengatur.
  3. PERATURAN KEPALA DESA adalah peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Desa dan bersifat mengatur.

 Prinsip Pembentukan Peraturan Desa

Pembentukan peraturan perundang-undangan tidak terkecuali Peraturan Desa harus memperhatikan prinsip-prinsip dibawah ini :
  1. Prinsip Perencanaan adalah prinsip dimana setiap rencana penyusunan Peraturan Desa harus ditetapkan dalam rencana kerja Pemerintah Desa;
  2. Prinsip Partisipasi adalah masyarakat, Lembaga Kemasyarakatan, lembaga adat dan lembaga lainnya dapat memberikan masukan atas rencana penyusunan rancangan Peraturan Desa;
  3. Prinsip Keterbukaan Informasi adalah penyusunan rancangan Peraturan harus dapat diakses oleh setiap masyarakat tanpa terkecuali sehingga masyarakat mendapatkan informasi yang benar. Prinsip Keterbukaan ini juga termasuk penyebarluasan Rancangan Peraturan Desa untuk memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat dan para pemangku kepentingan;
  4. Prinsip Konsultasi adalah setiap rancangan Peraturan Desa wajib dikonsultasikan kepada masyarakat dan diutamakan kepada masyarakat datau kelompok masyarakat yang akan terkait langsung dengan substansi materi pengaturan.
  5. Prinsip Hirarki penyusunan perundang-udangan adalah Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan diatasnya;

Peraturan PerUndang-Undangan Terkait Restorasi Gambut

Peraturan Desa yang akan dibuat untuk melindungi dan mengelola gambut harus merujuk pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Di tingkat nasional, berikut beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Restorasi Gambut:

  1. Undang-UndangNomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Undang-Undang Pokok Agraria, UUPA)
  2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya
  3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan;
  4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
  5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
  6. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa;
  7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah;
  8. Undang-UndangNomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan;
  9. PeraturanPemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan danHak Pakai Atas Tanah;
  10. PeraturanPemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan;
  11. PeraturanPemerintah Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas PeraturanPemerintah Nomor 71 Tahun 2014 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan EkosistemGambut.
  12. Peraturan Pemerintah 13 Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Penataan Ruang Wilayah Nasional.
  13. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Audit Lingkungan;
  14. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.14/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 Tentang Tata Cara Inventarisasi Dan Penetapan Ekosistem Gambut;
  15. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.15/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 Tentang Tata Cara Pengukuran Muka Air Dititik Penataan Ekosistem Gambut;
  16. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 Tentang Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut;
  17. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.12/MENLHK-II/2015 Tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri

Jenis dan Hirarki Peraturan PerUndang-Undangan

Dalam banyak sistem hukum, peraturan perundang-undangan pada umumnya dibuat berjenjang. Hal ini dimaksudkan karena peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Di samping itu, peraturan perundang-undangan ada beberapa jenis. Ada peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah atau Pemerintah Desa.

Peraturan perundang-undangan sendiri ada yang bersifat mengatur sesuatu secara umum (regeling) seperti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya. Namun, ada pula yang bersifat memutuskan atau menetapkan secara khusus mengenai seseorang atau suatu obyek. Ini disebut keputusan (beschikking), seperti misalnya Keputusan Presiden, Keputusan Gubernur, dan sebagainya.

Berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, jenis atau hirarki peraturan perundang-undangan telah ditetapkan jenjangnya sebagai berikut.

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
d. Peraturan Pemerintah
e. Peraturan Presiden
f. Peraturan Daerah Provinsi
g. Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota

Dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2), Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, kemudian ditambahkan bahwa selain dari jenis peraturan perundang-undangan yang disebutkan dalam hirarki di atas, masih diakui peraturan lain, termasuk yang dibuat oleh Pemerintah Desa.

Namun demikian peraturan tersebut baru dapat diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.