Hutan Rakyat

Berdasarkan Undang-Undang Kehutanan No. 41 Tahun 1999 pasal 1, yang dimaksud dengan hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani atas hak milik maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,25 hektar, penutupan tajuk tanamam kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50 persen. Pola pengembangannya merupakan suatu cara kegiatan hutan rakyat yang dianggap sesuai dengan kondisi dan situasi sosial budaya daerah setempat (Dephut 2004).

Simon (2008) menyatakan bahwa hutan rakyat adalah hutan buatan, melalui penanaman tanaman di lahan milik, baik secara perorangan, marga maupun kelompok. Berdasarkan pengertian yang dikemukakan, hutan rakyat mempunyai ciri khas sebagai berikut:

  1. Tidak merupakan lahan yang kompak, tetapi terpencar-pencar di antara lahan-lahan pedesaan.
  2. Bentuk usahanya tidak selalu murni berupa kayu atau hasil hutan bukan kayu, tetapi dapat terpadu atau terkombinasi dengan berbagai tanaman seperti perkebunan, rumput makanan ternak dan tanaman pangan.
  3. Terdiri dari tanaman yang cepat tumbuh dan cepat memberikan hasil bagi pemiliknya.


Simon (2008) menyatakan bahwa hutan rakyat memiliki beberapa manfaat yang antara lain sebagai berikut:

  1. Untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
  2. Manfaat secara maksimal dan lestari, lahan yang tidak produktif dan mengelolanya agar menjadi lahan yang subur.
  3. Penyediaan kayu untuk kebutuhan kayu perkakas, bahan bangunan dan alat rumah tangga.
  4. Memberi alternatif lapangan kerja bagi penduduk di pedesaan.
  5. Membantu mempercepat usaha rehabilitasi lahan kritis dalam mewujudkan terbinanya lingkungan hidup sehat dan kelestarian sumberdaya alam.