Sifat-sifat Tanah Gambut
Gambut adalah merupakan suatu
ekosistem lahan basah yang dicirikan oleh adanya akumulasi bahan organik yang
berlangsung dalam kurun waktu lama. Akumulasi ini terjadi karena lambatnya laju
dekomposisi dibandingkan dengan laju penimbunan bahan organik yang terdapat di lantai
hutan lahan basah.
Secara umum,
pembentukan dan pematangan gambut berjalan melalui tiga proses yaitu pematangan
fisik, pematangan kimia dan pematangan biologi. Kecepatan proses tersebut
dipengaruhi oleh ikil (suhu dan curah hujan), susunan bahan organik, aktivitas
organisme, dan waktu (Andriesse, 1998, dalam Sri Najiyati., Lili Muslihat dan I
Nyoman N Suryadiputra. 2005). Gambaran proses pematangan gambut dapat
dijelaskan sebagi berikut :
· Pematangan fisik terjadi dengan adanya
pelepasan air (dehidrasi) karena drainase, evaporasi (penguapan), dan dihisap
oleh akar. Proses ini ditandai dengan penurunan dan perubahan warna tanah
· Pematangan kimia terjadi melalui peruraian
bahan-bahan organik menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Proses
pematangan ini akan melepaskan senyawa-senyawa asam-asam organik yang beracun
bagi tanaman dan membuat suasana tanah menjadi asam. Gambut yang telah
mengalami pematangan kimia secara sempurna akhirnya akan membentuk bahan
organik baru yang disebut sebagai humus
· Pematangan biologi merupakan proses yang
disebabkan oleh aktivitias mikroorganime tanah. Proses ini biasanya akan lebih
cepat terjadi setelah pembuatan drainase karena tersedianya oksigen yang cukup
menguntungkan bagi pertumbuhan mikroorganisme
Sifat tanah gambut
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu sifat fisik dan kimia. Sifat-sifat fisik
dan kimia gambut, tidak saja ditentukan oleh tingkat dekomposisi bahan organik
tetapi juga oleh type vegetasi asal bahan organik.
a. Sifat Fisik Gambut
Sifat fisik gambut
yang penting untuk diketahui antara lain tingkat kematangan, berat jenis,
kapasitas menahan air, daya dukung (bearing capacity), penurunan tanah, daya
hantar hidrolik, dan warna.
Tingkat kematangan gambut: Kematangan gambut bervariasi karena
dibentuk dari bahan, kondisi lingkungan dan waktu yang berbeda. Gambut yang
telah matang akan cenderung lebih halus dan lebih subur. Sebaliknya yang belum
matang, banyak mengandung serat kasar dan kurang subur. Berdasarkan tingkat
kematangan, gambut dibedakan menjadi tiga, yaitu gambut dengan tingkat
pelapukan awal (masih muda, fibrik), gambut yang memiliki tingkat pelapukan
sedang (setengah matang, hemik), dan gambut yang tingkat pelapukannya sudah
lanjut (matang, saprik).
Warna gambut: Meskipun bahan asal gambut berwarna kelabu,
coklat atau kemerahan tetapi setelah dekomposisi muncul senyawa-senyawa yang
berwarna gelap sehingga gambut umumnya berwarna coklat sampai kehitaman. Warna
gambut menjadi salah satu indikator kematangan gambut. Semakin matang, gambut
semakin berwarna gelap. Fibrik berwarna coklat, hemik berwarna coklat tua, dan
saprik berwarna hitam (Darmawijaya, 1990 dalam Sri Najiyati., Lili Muslihat dan
I Nyoman N Suryadiputra. 2005). Dalam keadaan basah, warna gambut biasanya
semakin gelap.
Bobot Jenis (Bulk Density/BD): Gambut memiliki berat jenis yang jauh lebih
rendah dari pada tanah aluvial. Makin matang gambut, semakin besar berat
jenisnya. Waluyo et all., 2003 (dalam Sri Najiyati., Lili Muslihat dan I Nyoman
N Suryadiputra. 2005), membuat klasifikasi nilai berat jenis atau bobot isi
(bulk density) tanah gambut di Sumatera sebagai berikut : gambut saprik nilai
bobot isinya sekitar 0,28 gr/cc, hemik 0,17 gr/cc dan fibrik 0,10 gr/cc. Akibat
berat jenisnya yang ringan, gambut kering mudah tererosi/terapung terbawa
aliran air.
Kapasitas menahan air: gambut memiliki porositas yang tinggi sehingga
mempunyai daya menyerap air yang sangat besar. Apabila jenuh, kandungan air
pada gambut saprik, hemik dan fibrik berturut-turut adalah < 450%, 450 - 850
%, dan > 850% dari bobot keringnya atau 90% volumenya (Suhardjo dan
Dreissen, 1975 dalam Sri Najiyati., Lili Muslihat dan I Nyoman N Suryadiputra.
2005). Oleh karena itu, gambut memiliki kemampuan sebagai penambat air
(reservoir) yang dapat menahan banjir saat musim hujan dan melepaskan air saat
musim kemarau sehingga intrusi air laut saat kemarau dapat dicegahnya.
Kering tak balik (Hydrophobia Irreversible): Lahan gambut yang sudah dibuka dan telah
didrainase dengan membuat kanal, kandungan airnya menurun secara berlebihan.
Penurunan air permukaan akan menyebabkan lahan gambut menjadi kekeringan.
Gambut mempunyai sifat kering tak balik. Artinya, gambut yang sudah mengalami
kekeringan yang ekstrim, akan sulit menyerap air kembali. Gambut yang telah
mengalami kekeringan ekstrim ini memiliki bobot isi yang sangat ringan sehingga
mudah hanyut terbawa air hujan, strukturnya lepas-lepas seperti lembaran
serasah, mudah terbakar, dan sulit ditanami kembali.
Daya
hantar hidrolik: Gambut
memiliki daya hantar hidrolik (penyaluran air) secara horisontal (mendatar)
yang cepat sehingga memacu percepatan pencucian unsur-unsur hara ke saluran
drainase. Sebaliknya, gambut memiliki daya hidrolik vertikal (ke atas) yang
sangat lambat. Akibatnya, lapisan atas gambut sering mengalami kekeringan,
meskipun lapisan bawahnya basah. Hal ini juga menyulitkan pasokan air ke
lapisan perakaran. Daya hidrolik air ke atas hanya sekitar 40 - 50 cm. Untuk
mengatasi perilaku ini, perlu dilakukan upaya untuk menjaga ketinggian air
tanah pada kedalaman tertentu. Untuk tanaman semusim, kedalaman muka air tanah
yang ideal adalah kurang dari 100 cm. Sedangkan untuk tanaman tahunan
disarankan untuk mempertahankan muka air tanah pada kedalaman 150 cm.
Daya tumpu: Gambut memiliki daya dukung atau daya tumpu yang rendah karena
mempunyai ruang pori yang besar sehingga kerapatan tanahnya rendah dan bobotnya
ringan. Ruang pori total untuk bahan fibrik/hemik adalah 86 - 91 % (volume) dan
untuk bahan hemik/saprik 88 - 92%, atau rata-rata sekitar 90% volume (Suhardjo
dan Dreissen, 1975 dalam Sri Najiyati., Lili Muslihat dan I Nyoman N
Suryadiputra. 2005). Sebagai akibatnya, pohon yang tumbuh di atasnya menjadi
mudah rebah. Rendahnya daya tumpu akan menjadi masalah dalam pembuatan saluran
irigasi, jalan, pemukiman, dan pencetakan sawah (kecuali gambut dengan
kedalaman kurang dari 75 cm).
Penurunan permukaan tanah (Subsidence) : Setelah dilakukan drainase atau reklamasi,
gambut berangsur-angsur akan kempes dan mengalami subsidence/amblas yaitu
penurunan permukaan tanah, kondisi ini disebabkan oleh proses pematangan gambut
dan berkurangnya kandungan air. Lama dan kecepatan penurunan tersebut
tergantung pada kedalaman gambut. Semakin tebal gambut, penurunan tersebut
semakin cepat dan berlangsungnya semakin lama. Rata-rata penurunan adalah 0,3 -
0,8 cm/bulan, dan terjadi selama 3 - 7 tahun setelah drainase dan pengolahan
tanah. Masalah penurunan gambut pada tanaman tahunan, biasanya ditanggulangi
dengan cara ; penanaman tanaman tahunan di dahului dengan penanaman tanaman
semusim minimal tiga kali musim tanam, dilakukan pemadatan sebelum penanaman
tanaman tahunan, dan membuat lubang tanam bertingkat.
Mudah terbakar: Lahan gambut cenderung mudah terbakar karena
kandungan bahan organik yang tinggi dan memiliki sifat kering tak balik,
porositas tinggi, dan daya hantar hidrolik vertikal rendah. Kebakaran di lahan
gambut sangat sulit dipadamkan karena dapat menembus di bawah permukaan tanah.
Bara di lahan gambut hanya dapat dipadamkan oleh air hujan yang lebat. Oleh
sebab itu, kebakaran gambut harus dicegah dengan cara tidak membakar lahan,
tidak membuang bara api sekecil apapun, seperti puntung rokok secara
sembarangan terutama di musim kemarau, dan menjaga kelembaban tanah gambut
dengan tidak membuat drainase secara berlebihan.
b. Sifat Kimia Gambut
Sifat kimia gambut
yang penting diketahui adalah tingkat kesuburan dan faktor- faktor yang mempengaruhi
kesuburan tersebut.
Kesuburan gambut:
Freisher dalam Dreissen dan Soepraptohardjo, 1974 (dalam Sri Najiyati., Lili
Muslihat dan I Nyoman N Suryadiputra. 2005) membagi gambut dalam tiga tingkatan
kesuburan yaitu Eutropik (subur), mesotropik (sedang), dan oligotropik (tidak
subur). Secara umum gambut topogen yang dangkal dan dipengaruhi air tanah dan
sungai umumnya tergolong gambut mesotropik sampai eutropik sehingga mempunyai
potensi kesuburan alami yang lebih baik dari pada gambut ombrogen (kesuburan
hanya terpengaruh oleh air hujan) yang sebagian besar oligotropik.
Kadar abu merupakan
petunjuk yang tepat untuk mengetahui keadaan tingkat kesuburan alami gambut.
Pada umumnya gambut dangkal (< 1m) yang terdapat di bagian tepi kubah
mempunyai kadar abur sekitar 15%, bagian lereng dengan kedalaman 1 - 3 m
berkadar abu sekitar 10% sedangkan di pusat kubah yang dalamnya lebih dari 3
meter, berkadar abu kurang dari 10% bahkan kadang-kadang kurang dari 5%.
Tanah gambut umumnya
memiliki kesuburan yang rendah, ditandai dengan pH rendah (masam), ketersediaan
sejumlah unsur hara makro (K, Ca, Mg, P) dan mikro (Cu, Zn, Mn, dan Bo) yang
rendah, mengandung asam-asam organik yang beracun, serta memiliki Kapasitas
Tukar Kation (KTK) yang tinggi tetapi Kejenuhan Basa (KB) rendah.
KTK yang tinggi dan KB
yang rendah menyebabkan pH rendah dan sejumlah pupuk yang diberikan ke dalam
tanah relatif sulit diambil oleh tanaman. Pada umumnya lahan gambut tropis
memiliki pH antara 3 - 4,5. Gambut dangkal mempunyai pH lebih tinggi (pH 4,0 -
5,1) dari pada gambut dalam (pH 3,1 - 3,9). Kandungan Al pada tanah gambut
umumnya rendah sampai sedang, berkurang dengan menurunnya pH tanah. Kandungan N
total termasuk tinggi, namun umumnya tidak tersedia bagi tanaman, oleh karena
rasio C/N yang tinggi.
Tingkat kesuburan
tanah gambut dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu ketebalan gambut, bahan asal,
kualitas air, kematangan gambut, dan kondisi tanah di bawah gambut. Secara
umum, gambut yang berasal dari tumbuhan berbatang lunak lebih subur dari pada
gambut yang berasal dari tumbuhan berkayu. Gambut yang lebih matang lebih subur
dari pada gambut yang belum matang. Gambut yang mendapat luapan air sungai atau
air payau lebih subur dari pada gambut yang hanya memperoleh luapan atau
curahan airn hujan. Gambut yang terbentuk di atas lapisan liat/lumpur lebih
subur dari pada yang terdapat di atas lapisan pasir. Dan gambut dangkal lebih
subur dari pada gambut dalam.