Efektifitas Revegetasi Mangrove Menggunakan Alat Pemecah Ombak Dari Pohon Nibung
Kerusakan Mangrove di Rokan Hilir
Lahan Gambut Kabupaten Bengkalis
Prinsip dan Kriteria ISPO (Permentan 11 Tahun 2015)
ADAT ISTIADAT DI KEPENGHULUAN RANTAU BAIS
Keadaan Umum Petani Padi di Desa Raja Bejamu
Keadaan
Umum Petani Padi di Desa Raja Bejamu
Desa Raja Bejamu merupakan desa yang sangat
berpotensi untuk dilakukan penanaman tanaman padi dengan skala besar, karena
Desa Raja Bejamu ini merupakan satu dari beberapa desa yang memiliki topografi
yang sesuai untuk pembudidayaan tanaman padi, baik dari kondisi tanah dan iklim
yang ada di diuntungkan dalam penjualan gabah basah karena lebih efisien baik
dari segi waktu maupun biaya, harga jual gabah basah yaitu Rp 3.750/Kg,
sedangkan harga jual untuk gabah kering yaitu Rp 4.500/Kg. Luas Tanam Sebanyak
625 Ha produksi 9.984 Ton
Petani di Desa Raja Bejamu merupakan
penduduk campuran dari berbagai suku yang mana asli penduduk lokal dan
pendatang, tanah yang diolah merupakan hasil dari pembukaan lahan yang dulunya
hutan yang memang dibiarkan oleh pemerintah dan sampai sekarang masih ada
masyarakat pendatang dari luar Kecamatan Sinaboi yang datang untuk membuka
lahan untuk diolah menjadi pertanian. Berkembangannya usaha perkebunan kelapa
sawit di Provinsi Riau maka ikut juga masyarakat Desa Raja Bejamu mengalih fungsikan
lahan pertanian menjadi tanaman kelapa sawit karena didorong oleh pendapatan
yang lebih besar dibandingkan dengan pendapatan dari sektor pertanian. Sehingga
banyak petani yang lebih tertarik membudidayakan tanaman kelapa sawit
dibandingkan dengan tanaman padi serta masyarakat Desa Raja Bejamu juga
mengalih fungsikan lahan pertaniannya menjadi perkebunan kelapa sawit. Sejauh
ini memang sudah ada peran pemerintah untuk tidak mengalih fungsikan lahan
pertanian menjadi perkebunan tetapi cuma sebatas bicara tidak ada tindakan yang
membuat para petani takut dan mengasih arahan serta anjuran saja. Tetapi masih
ada sebagian lahan masyarakat Desa Raja Bejamu yang tidak dialih fungsikan
menjadi lahan perkebunan hal ini karena sadar akan mahalnya harga kebutuhan sembako
seperti beras.
Pertanian di Desa Raja Bejamu masih alami
dan mengolah lahan pertaniannya satu tahun sekali dan masih menggunakan bibit
yang 6 bulan panen, Pada tahun 2012 produksi padi Desa Raja Bejamu meningkat
yaitu 9.984,6 ton, luas panen 2.322/ha sedangkan luas panen 625/ha dibandingkan
dengan lain yang ada di Kecamatan Raja Bejamu. Adapun untuk penanaman benih
dimulai pada bulan desember hal ini dikarenakan pada bulan desember biasanya
masyarakat percaya adanya musim penghujan karena pertanian di Desa Raja Bejamu
tidak adanya sistem irigasi sehingga petani memulai penanaman dibulan desember.
Bibit yang digunakan oleh para petani
umumnya yaitu Padi Sikuning atau lebih dikenal luas oleh masyarakat yaitu Kuku
Balam. Petani padi di Desa Raja Bejamu ini memegang peran penting sebagai
pendapatan untuk menopang hidup keluarga walaupun pada kenyataannya
produktivitas tanaman padi yang diusahakan petani masih rendah karena hanya
dibudidayakan satu tahun sekali. Secara teknis rendahnya produksi pembudidayaaan
padi disebabkan kurangnya pengetahuan petani, seperti pengolahan lahan,
pemilihan bibit, pemupukan dan pemeliharaan. Sebagian besar petani memiliki
pengalaman berusahatani yang cukup baik, tetapi masih kurang dan perlu adanya
peran dari pemerintah untuk membimbing para petani untuk berusahatani yang baik
dengan sedikit mengeluarkan modal dan menghasilkan keuntungan yang besar.
Saluran
Pemasaran Pertanian Padi
Pemasaran hasil pertanian petani padi
memasarkannya ke Medan seperti Tebing Tinggi dan Pematang Siantar. Adapun
kendala-kendala yang sering dihadapi para petani padi diantaranya adalah
sulitnya mendapatkan pupuk seperti pupuk urea dan serangan hama penyakit
seperti wereng, penggulung daun, orong-orong, keong mas dan burung. Pengelolaan
usahatani padi ditangani langsung oleh PPL (Petugas Penyuluh Lapangan) yaitu
sumber bagi petani untuk mendapatkan informasi tentang permasalahan yang ada.
Maju dan berkembangnya petani di Raja Bejamu ini tergantung pada motivasi yang
diberikan oleh para penyuluh lapangan. Petani di Desa Raja Bejamu ini berjumlah
400 petani yang mana setiap kelompok tani ada 25 anggota kelompok yang
berjumlah 16 kelompok. Pada setiap anggota kelompok tani di awasi dan dibimbing
langsung oleh petugas penyuluh lapangan (Petugas penyuluh lapangan Raja
Bejamu,2012).
Saluran pemasaran padi di Desa Raja Bejamu
terdiri dari 40 petani yang menjual kepada 5 pedagang pengumpul yang berada di
berbeda Kecamatan seperti Kecamatan Sinaboi, Bangko serta Rimba Melintang dan 1
pedagang besar yang berada di Kota Medan Sumatera Utara. Jumlah petani yang
menjual kepada masing-masing pedagang pengumpul berbeda satu sama lain. Dalam
saluran pemasaran ini, petani mengeluarkan biaya konsumsi mereka mengeluarkan
Rp. 883,8 untuk biaya pekerja.
Salah satu alasan petani mengeluarkan
konsumsi yaitu karena petani merasa kasihan dengan pekerja panen selain itu
sudah jadi kewajiban untuk memberikan konsumsi. Biaya upah panen biasanya
berfluktuasi mengikuti perputaran harga pasaran gabah di Raja Bejamu yang
diambil pedagang pengumpul. Adapun harga jual petani kepada pedagang pengumpul
yaitu Rp 3.750/kg, sedangkan pedagang pengumpul menjual kepedagang besar adalah
sebesar Rp 4.800/kg.
Sistem pembayaran pada pemasaran gabah
melalui dua cara yaitu pembayaran tunai ataupun peminjaman modal diawal
penanaman. Dalam pembayaran tunai yaitu dilakukan pada saat selesai penimbangan
maka akan langsung pembayaran tunai tanpa adanya hutang/bon. Sedangkan dalam
hal ini yang dimaksud dengan pembayaran diawal penanaman adalah disaat petani
kekurangan modal untuk biaya berusaha tani tetapi tidak semua petani meminjam
modal kepedagang pengumpul hanya sebagian kecil aja bagi petani yang kurang
mampu.
Pedagang pengumpul hanya menjual gabah ke
satu pedagang besar saja di Kota Medan, ini disebabkan karena sudah adanya
langganan atau terikat perjanjian harga yang disepekati oleh pedagang. Selain
itu mereka juga sudah cukup lama menjalin hubungan kerja sama sehingga mereka
sudah saling percaya satu sama lainnya antara pedagang pengumpul dengan pedagang
besar.
Profil Desa Raja Bejamu
Desa
Raja Bejamu
Desa Raja Bejamu merupakan Desa yang
terletak di Kacamatan Sinaboi Kabupaten Rokan Hilir. Secara geografis Desa Raja
Bejamu berada pada posisi 1 0 14’00”LU-2 0 45’00”LU dan 1000 17’00”BT-1010
21’00”BT. Desa Raja Bejamu memiliki luas wilayah 9200 km2 yang terdiri dari 4
Rukun Warga (RW) dan 17 Rukun Tetangga (RT). Desa Raja Bejamu memiliki
batas-batas dengan wilayah lainnya, yaitu : sebelah utara berbatasan dengan
Selat Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan Bukit Kapur, sebelah barat
berbatasan dengan Desa Sei- Nyamuk, sebelah timur berbatasan dengan Desa Sei-
Bakau.
Secara administratif Desa Raja Bejamu
termasuk dalam wilayah Kecamatan Sinaboi Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau.
Jarak Desa Raja Bejamu dari Ibu Kota Kecamatan sejauh 15 Km, jarak ke Ibu Kota
Kabupaten (Rokan Hilir) 27 Km, jarak ini dapat ditempuh dengan transportasi
darat. Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Desa Raja Bejamu keadaan
iklim di penghuluan tersebut tidak jauh berbeda di Desa lainnya di Kabupaten Rokan
Hilir yaitu beriklim tropis dengan curah hujan 1.808,5 mm/tahun dan temperatur
udaranya berkisar pada 24oC-32oC.
Penduduk
Desa Raja Bejamu Jumlah dan Tingkat Pendidikan
Penduduk laki-laki lebih banyak
dibandingkan jumlah penduduk perempuan, dimana jumlah penduduk laki-laki
sebanyak 2.497 (50,69 %) dan perempuan 2.429 jiwa (49,30 %) sehingga di dapat
Sex Rasio adalah 102,8 %, artinya setiap 100 penduduk wanita berbanding dengan
103 penduduk laki-laki.
Mata
Pencaharian
Mata pencaharian penduduk Desa Bejamu terdiri
dari bidang perikanan, pertanian, perdagangan, dan lain-lain. Untuk mengetahui
jumlah penduduk di Desa Bejamu dapat dilihat pada Tabel 3.
Gambaran
Masyarakat Nelayan Di Desa Raja Bejamu
Kondisi fisik perairan laut Desa Raja
Bejamu berwarna jernih dan keruh. Fungsi utama dari perairan laut yang ada di
Desa Raja Bejamu ini adalah di pergunakan untuk menangkap ikan oleh para
nelayan yang ada di Desa Raja Bejamu. Masyarakat nelayan di Desa Raja Bejamu
terdapat dua macam yaitu nelayan pribadi dan nelayan buruh. Nelayan pribadi
yaitu nelayan yang mempunyai kapal dan alat tangkap sendiri untuk menangkap
ikan sedangkan nelayan buruh yaitu nelayan yang bekerja dengan orang
Sarana
dan Prasarana di Desa Raja Bejamu
Sarana dan prasarana di Desa Raja Bejamu
terdapat mesjid 5 buah, gereja 4 buah dan kelenteng 1 buah. Di Desa Raja Bejamu
juga terdapat gedung permanen 30 buah, rumah panggung 270 buah, semi permanen
40 buah dan rumah papan 470 buah. Berdasarkan agama dan lingkungan di Desa Raja
Bejamu yang mendominasi tempat ibadah yaitu mesjid dan tempat tinggal nelayan
yang mendominan yaitu rumah papan 470 buah karena di Desa Raja Bejamu merupakan
wilayah pesisir. Kemudian di Desa Raja Bejamu terdapat 2 Taman kanak-kanan
(TK), Sekolah Dasar (SD) 4 buah dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) 2 buah
kemudian di Desa Raja Bejamu terdapat 14 Bangliau yang semua pemilik bangliau
tersebut yaitu orang Tionghoa
Profil Kepenghuluan Mumugo
I.
Sejarah
Desa
Kepenghuluan Mumugu pada awalnya merupakan perkampungan
kecil dengan jumlah rumah dan kepala keluarga sebanyak 9 KK pada sekitar tahun
1983, saat itu yang ada hanya penduduk selaku penjaga kebun. Kemudian pada
tahun 1993 barulah dibentuk kelompok tani dan diberi nama Kampung Mumugo,
sehingga pada akhirnya penduduk semakin ramai.
Status wilayah pada tahun 1983 masuk kedalam Desa Bangsal
Aceh Kecamatan Bukit Kapur Kabupaten Bengkalis, setelah itu beralih masuk wilayah
Desa Lubuk Gaung, Kemudian dibentuk Rukun Warga RW 3 yang dijabat oleh M.
Dahlan (Alm) membawahi 1 RT yang dijabat oleh Syahren (Alm) yang masih berada
di Kecamatan Bukit Kapur Kabupaten Bengkalis. Pada tahun 1996 Ketua RW 3
meninggal dunia dan kemudian digantikan oleh Juliar, setelah terjadi pemekaran
dari Kabupaten Bengkalis Menjadi Kotamdya Dumai pada tahun 1999, sehingga
kampung Mumugo berubah menjadi RW 10 Kelurahan Lubuk Gaung Kecamatan Sungai
Sembilan Kotamadya Dumai. Terakhir pada tahun 2004 Pemerintah Kotamadya Dumai
melakukan penghapusan Rukun Warga (RW) sehingga akhirnya Kampung Mumugo menjadi
RT 26 yang juga dijabat oleh Juliar selaku Ketua RT pada masa itu.
Pada bulan Oktober 1999 terjadi pemekaran lagi dari
Kabupaten Bengkalis, dan terbentuklah beberapa Kabupaten termasuk Kabupaten
Rokan Hilir, dimana menurut peta wilayah Kampung Mumugo termasuk kedalam
wilayah administrasi Kabupaten Rokan Hilir, namun sampai tahun 2006 status
kependudukan warga masyarakat Kampung Mumugo secara administrasi masih diurus
oleh Pemerintah Kota Dumai.
Kemudian pada akhir tahun 2006 Bupati Rokan Hilir yang
saat itu dijabat oleh Bapak H. Annas Maamun, mengundang ketua RT 26 Juliar bersama
beberapa tokoh masyarakat bertujuan untuk merangkul agar Kampung Mumugo
bergabung ke-Kabupaten Rokan Hilir, setelah dilakukannya musyawarah, maka
didapat kata Mufakat oleh segenap masyarakat dan bersedia bergabung bersama
Kabupaten Rokan Hilir.
Pada tanggal 18 Juli 2007 dilakukan peresmian
Kepenghuluan Persiapan Mumugo Kecamatan Tanah Putih Kabupaten Rokan Hilir
sekaligus pelantikan Juliar selaku pejabat Penghulu Mumugo dalam suatu Upacara
Pelantikan bersama dengan pembentukan Kepenghuluan Persiapan Teluk Berembun
Kecamatan Tanah Putih di Kepenghuluan Rantau Bais.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Rokan Hilir Nomor:
16 Tahun 2009 terbentuklah secara definitif Kepenghuluan Mumugo dan pada bulan
November 2010 dilaksanakan Pemilihan Penghulu Mumugo dengan calon sebanyak 3
orang dan yang terpilih mendapatkan 84,3% suara atas nama Juliar kemudian
dilantik pada 19 Februari 2011. Hingga tahun 2016
Nama-nama yang telah
menjabat Kepala Kepenghuluan Mumugo
adalah contoh sebagai berikut:
1.
(2009 – 2013) Penghulu : Juliar
2.
(2013 – 2017) Penghulu : Al. Yusni
3.
(2017 – sekarang) Penghulu : Dahlan
Profil Desa Semambu Kuning
TOR Kajian Implementasi SDGs dan RAD SDGs Provinsi Riau
Kajian Implementasi SDGs dan RAD SDGs Provinsi Riau
yang Melibatkan Industri Berbasis Sumber Daya Alam
I.
Pendahuluan
Sejak 2015, Indonesia berkomitmen untuk melaksanakan dan mewujudkan
tercapainya pembangunan berkelanjutan—atau secara internasional dikenal dengan
Sustainable Development Goals (SDG’s). Disepakati 193 negara anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Indonesia sendiri memandang bahwa tujuan dari SDG’s
sejalan dengan agenda pembangunan nasional. Pemerintah gencar menjadikan
pembangunan berkelanjutan sebagai pakem untuk pengembangan pembangunan di
Indonesia. Selain dimuat dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang
Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembanguan Berkelanjutan, lebih rinci lagi dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024.
Terdapat 17 tujuan dalam pembangunan berkelanjutan
diantaranya: tanpa kemiskinan, tanpa kelaparan, kehidupan sehat dan sejahtera,
pendidikan berkualitas, kesetaraan gender, air bersih dan sanitasi layak,
energy bersih dan terjangkau, pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi,
industry, inovasi dan infrastruktur serta berkurangnya kesenjangan.
Selain itu, membuat kota dan komunitas yang berkelanjutan, konsumsi dan
produksi yang bertanggung jawab, penanganan perubahan iklim, ekosistem laut,
ekosistem darat, perdamauan, keadilan dan kelembagaan yang tangguh dan terakhir
kemitraan untuk mencapai tujuan. Berfokus pada empat pilar pembangunan yaitu
sosial, lingkungan, ekonomi serta hukum dan tata kelola, Indonesia berupaya
untuk dapat memenuhi seluruh indikator demi terwujudnya tujuan pembangunan
Bahkan melalui Kementerian PPN/ Bappenas bersama kementerian/ lembaga,
organisasi masyarakat dan media, filantropi, pelaku usaha serta pakar
merumuskan rencana aksi yang digunakan sebagai acuan bagi seluruh pemangku
kepentingan di tingkat nasional dan daerah untuk merumuskan rencana aksi
konkrit demi mewujudkan SDG’s.
Jikalahari hendak melakukan kajian terhadap realisasi dari SDG’s dan RAD
SDG’s di daerah Provinsi Riau. Tingginya tingkat deforestasi di Riau pada kurun
waktu 2015 – 2020 dan banyaknya persoalan lingkungan seperti banjir, kebakaran
hutan dan lahan, perambahan kawasan hutan hingga perdagangan satwa yang
dilindungi menjadi cerminan bagaimana realisasi SDG’s yang digaung-gaungkan
masih jauh panggang dari api.
Jikalahari melakukan analisis terkait laju deforestasi
sejak 1982 hingga 2020. Hutan alam
di Riau sejak 1982 hingga saat ini telah berkurang mencapai 5.300.183 ha atau
sebesar 78 persen dari luasan awal. Untuk 2020, luas hutan alam yang berkurang
dari 2019 seluas 15.306 ha. Jumlah ini berkurang 50% dari luas deforestasi pada
2019.
Hilangnya tutupan hutan alam tentunya berdampak pada pencapaian tujuan dari SDGs sendiri. Dalam dokumen SDGs, dijelaskan untuk pilar lingkungan di tujuan ke 15, melindungi, merestorasi dan meningkatkan pemanfaatan berkelanjutan ekosistem daratan, mengelola hutan secara lestari, menghentikan penggundulan hutan, memulihkan degradasi lahan serta mengentikan kehilangan keanekaragaman hayati menjadi indikator utamanya.
Belum lagi di tujuan untuk penanganan perubahan iklim, pemerintah
menyampaikan bahwa tindakan cepat untuk mengatasi perubahan iklim dan dampaknya
adalah dengan menurunkan emisi gas rumah kaca dengan melakukan mencegah
deforestasi, merestorasi lahan gambut, menggunakan energy terbarukan dan
transportasi ramah lingkungan, menekan limbah industry dan mewujudkan industry
ramah lingkungan serta mewujudkan pertanian yang ramah lingkungan. Hal ini
diatur sesuai Perpres 61 Tahun 2011.
Namun pertanyaannya, sudahkan tujuan-tujuan ini terealisasi? Khusus
untuk Riau yang dijadikan daerah percontohan pelaksanaan SDGs, Gubenur dan
Bupati/ Walikota bersama berbagai pihak telah menyusun dokumen RAD SDGs dan
komitmen ini dikuatkan dengan terbitnya Peraturan Gubernur No 33 Tahun 2018
pada 5 Juni 2018 tentang RAD TPB/ SDGs tahun 2017 – 2019. RAD ini disusun oleh
tim koordinasi daerah yang bekerja sama dengan UNDP dan Tanoto Foundation.
Mereka mengintergrasikan pembangunan Riau dengan tujuan-tujuan SDGs.
Untuk itu kajian ini dilakukan, untuk melihatt bagaimana realisasi dari
RAD SDG’s di Riau serta bagaimana dampak dari penerapan SDG’s terhadap upaya perbaikan dan perlindungan terhadap lingkungan hidup,
hutan dan sumber daya alam Indonesia dan
terkhususnya di Riau.
II.
Tujuan:
Kegiatan analisis
kebijakan ini dilakukan untuk:
1.
Mengkaji dampak penerapan
SDG’s terhadap upaya perbaikan dan perlindungan terhadap lingkungan hidup,
hutan dan sumber daya alam Indonesia
2. Mengevaluasi realisasi RAD SDG’s Provinsi Riau serta memetakan dampak SDG’s
terhadap industry berbasis SDA, terutama industry HTI di Indonesia
3. Memberikan masukan kepada pemerintah untuk perbaikan kebijakan demi
perbaikan lingkungan.
III.
Tim Ahli dan Perumus
Dalam kajian ini,
Jikalahari akan melibatkan tiga orang tim ahli, diantaranya:
1.
Gusliana HB, Ahli Hukum Tata Negara
Mengkaji realisasi SDG’s
secara nasional serta peraturan pendukung untuk melihat implementasi SDG’s
terhadap upaya perbaikan dan perlindungan lingkungan hidup, hutan dan SDA
2. Susanto Kurniawan,
Mengkaji dan
mengevaluasi implementasi RAD DSG’s Provinsi Riau
3. Made Ali, Koordinator Jikalahari
Mengkaji persoalan-persoalan yang muncul sebelum SDG’s muncul dan dampak
yang ditimbulkan dari implementasi SDG’s di Riau terutama untuk sektor
lingkungan hidup dan kehutanan
Dalam menyusun
analisis kebijakan, Ahli akan dibantu oleh Tim Perumus
1.
Okto Yugo Setyo
2. Arpiyan Sargita
3. Mulyadi
4. Muhammad Ivanaldi
5. Nurul Fitria
Ahli akan menuliskan paper hasil analisis yang nantinya
akan dibahas bersama Tim Perumus pada FGD I yang akan dilaksanakan via Zoom.
Pasca FGD, akan dihasilkan naskah final berbentuk Brief dari analisis
kebijakan. Brief akan dipublikasi dan didiskusikan Bersama pembuat kebijakan
saat roadshow.
IV.
Tahapan Kegiatan
Dalam melaksanakan kajian ini,
akan ada beberapa tahapan kegiatan diantaranya:
1.
Pembentukan tim ahli
Perumus akan mendiskusikan ahli yang terlibat, menghubungi dan
menjelaskan terkait kajian yang akan dilaksanakan. Jika ahli telah setuju,
perumus akan memberikan ToR dan bahan-bahan kajian untuk dipelajari oleh ahli.
Ahli akan membuat draft awal analisis, memetakan arah kajian serta membuat
daftar bahan yang diperlukan untuk melengkapi kajian. Nantinya tim perumus akan
mengumpulkan bahan sesuai yang dibutuhkan ahli.
2.
FGD I
Focus Group Discussion I digelar untuk mendiskusikan latar belakang
kajian, menyamakan perspektif antara ahli dan perumus serta membagi topik yang
akan dianalisis oleh ke 3 ahli. Dalam FGD I juga dibahas kerangka analisis
sehingga memudahkan ahli dalam memetakan persoalan untuk dianalisis. Ahli
bersama perumus juga akan kembali menyusun timeline kegiatan yang disesuaikan
dengan waktu ahli.
NB: diharapkan dalam FGD I, ahli
telah menyiapkan draft awal analisis dalam bentuk word ataupun PPT
3.
Penyusunan Naskah Analisis
Pasca FGD I, ahli akan menyusun naskah analisis kebijakan yang disepakati
sesuai dengan keahlian. Selama penyusunan naskah berlangsung, ahli dapat
berkomunikasi dengan tim perumus jika ada data pendukung yang dibutuhkan.
Diharapkan naskah analisis dapat dikirimkan ke perumus paling lambat 3 hari
jelang dilaksanakannya FGD II. Sehingga tim perumus dapat mengkompilasi
poin-poin utama analisis tim ahli untuk dibahas bersama dalam FGD II.
4.
FGD II
FGD II dilaksanakan untuk mendiskusikan hasil analisis dari ahli. Dalam
diskusi ini seluruh ahli dan perumus dapat memberikan masukan terhadap naskah analisis
untuk melengkapi hal yang terlewat atau yang belum terbahas dalam analisis yang
telah dibuat.
5.
Finalisasi Naskah
Pasca FGD II, seluruh masukan yang diberikan akan ditambahkan oleh tim
ahli dan perumus untuk menjadi naskah kajian yang utuh. Setelah naskah selesai
diperbaiki, tim perumus dan ahli menyiapkan presentasi untuk menyampaikan hasil
analisis dalam Konsultasi Publik, untuk mendapatkan masukan dari masyarakat.
6.
FGD III & Konsultasi Publik
Diskusi antara ahli, perumus dan masyarakat serta pihak-pihak terkait
dengan analisis untuk mendapatkan masukan.
7.
Perbaikan Masukan Hasil Konsultasi, Cetak, Publikasi dan Roadshow
Setelah konsultasi publik, seluruh masukan berkaitan untuk melengkapi
hasil analisis ditambahkan dalam naskah. Hasil analisis yang telah dicetak akan
dipublikasikan dan diberikan kepada pihak terkait.
Contoh Proposal Serai Wangi
Nomor : 01/NJ/SKM/VIII/2016 Kepada Yth,
Lampiran : 1 jilid Yanti
Komalasari
Perihal : Permohonan
Bantuan Alat Penyulingan Anggota
DPRD Riau
Perihal : Permohonan
Bantuan alat penyulingan Provinsi
Riau
Dalam rangka mendukung
suksesnya program bidang perekonomian dalam sektor pertanian, dengan
pertumbuhan masyarakat yang cukup pesat maka perlu dilakukan pengembangan
pertanian dalam hal ini penyulingan
minyak serai wangi yang sangat dibutuhkan demi peningatan perekonomian
masyarakat.
Oleh karena itu, kami
kelompok tani “Harapan Jaya” Kelurahan Pelintung Kecamatan Medang Kampai Kota
Dumai mengajukan permohonan bantuan alat penyulingan minyak serai wangi agar
kiranya mendapat prioritas.
Besar harapan kami
kiranya kebijaksanaan Ibu berpihak kepada kami, mengingat sangat perlunya
bantuan tersebut untuk membantu meningkatkan kualitas dan kuantitas usaha yang
kami miliki sekaligus meningkatkan taraf hidup kelompok kami.
Demikian permohonan ini
kami buat atas bantuan dan kebijaksanaan Bapak/Ibu kami ucapkan terimakasih.
Mengetahui, Ketua
Lurah Pelintung Kelompok Tani Harapan Jaya
ALAZNI S.T. AFRIANTO
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelurahan merupakan sebuah lembaga yang
bersentuhan langsung dengan masyarakat maka kelurahan menjadi ujung tombak sebuah
pembangunan, oleh sebab itu dibutuhkan suatu integralitas,sinergitas dan kontinuitas pembangunan , yang pada akhirnya
diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
Sektor-sektor yang terdapat dalam
kelurahan seperti sektor kesehatan, pendidikan, ekonomi produktif serta sektor
sarana dan prasarana pada umumnya masih kurang dirasakan oleh masyarakat.
Seperti halnya di Kelurahan kami yaitu Kelurahan Pelintung Kecamatan Medang
Kampai Kota Dumai Provinsi Riau
Kelurahan Pelintung memiliki
beberapa potensi yang belum tergarap dengan sepenuhnya dalam sektor pertanian
dan perkebunan. Maka dari itu pemerintah daerah provinsi berkewajiban untuk
menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya dengan menggali potensi yang ada di
daerah guna memberikan peningkatan nilai tambah kepada masyarakat. Salah satu
upaya untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dalam sektor pertanian yaitu dengan
penyulingan minyak serai wangi, guna
membentuk kemandirian dan pengembangan usaha yang efisien dan produktif.
Pembudidayaan tanaman serai wangi
yang saat ini sudah masih di budidayakan di keluarahan pelintung membutuhkan
pembangunan penyulingan minyak serai wangi yang merupakan alternatif untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat petani. Usaha meningkatkan produksi minyak
serai wangi dengan cara pengembangan tanaman dan penyulingan sangat terbuka
lebar. Dikarenakan semakin banyaknya permintaan konsumen akan minyak serai
wangi karena berkembangnya industri kosmetik dan parfum baik dari dalam negeri
maupun luar negeri.
Maksud dan Tujuan
a. Meningkatkan produksi minyak serai wangi
agar memenuhi persyaratan sehingga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.
b. Meningkatkan penghasilan para petani minyak
serai wangi agar bisa hidup makmur.
c. Meningkatkan pengetahuan petani mengenai proses
penyulingan minyak serai wangi yang baik dan benar.
Sasaran yang ingin dicapai
Sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan
ini adalah :
1. Meningkatkan pendapatan kelompok tani
minyak serai wangi
2. Membuka lapangan kerja
Profil umum kelompok
Kelompok Tani Harapan Jaya merupakan kelompok tani yang
beranggotakan 25 orang dengan susunan pengurus kelompok sebagai berikut :
Ketua : Afrianto
Sekretaris : Muhammad Ridwan
Bendahara : Subagio
Masing-masing anggota
patuh dan tunduk pada aturan dan kesepakatan bersama, sebagai penanggung jawab
kelompok Tani Harapan Jaya adalah Bapak Afrianto
Faktor pendukung proses
penyulingan minyak serai wangi ini adalah :
1. Ketersediaan Lahan
Dalam budidaya tanaman serai wangi di kelurahan
pelintung cukup didukung dengan adanya lahan yang kosong (belum terolah).
Sehingga dapat dimanfaatkan oleh petani guna meningkatkan perekonomian para
petani serai wangi.
2. Tersedianya Tenaga Kerja
Pada umumnya para pemuda di Kelurahan Pelintung untuk
memenuhi kebutuhan hidup mengandalkan merantau diluar daerah, namun jika budidaya
tanaman serai wangi dan produksi minyak diterapkan dengan baik maka akan dapat
membuka lapangan pekerjaan bagi para pemuda di Kelurahan Pelintung.
3. Prospek Pasar
Prospek pasar untuk tanaman serai wangi sangatlah
bagus, dalam penyediaan bahan baku kosmetik dan pearfum untuk pasar lokal.
Semakin berkembangnya zaman permintaan tanaman nilam dipasar lokal diperkirakan
akan meningkat.
Penjualan minyak serai wangi berada di tangan pengepul
berkisar Rp.250.000,/kg, seiring dengan perkembangan teknologi maka strategi
pemasaran dilakukan dengan cara mengirim minyak serai wangi langsung ke tempat
produksi misalnya kosmetik dan parfum.
Usaha Yang Ingin Dikembangkan
Usaha yang ingin dikembangkan oleh
kelompok tani Harapan Jaya adalah membudidayakan tanaman serai wangi serta meningkatkan
produksi minyak serai wangi.
Pada saat ini kapasitas penyulingan masih skala kecil sebanyak 200 kg dan memakan biaya operasional yang tinggi dan tidak efisien, proses penyulingan masih menggunakan jasa dengan biaya Rp.500.000,/1 kali penyulingan dengan menghasilkan minyak serai wangi berkisar antara 1- 1,5 kg minyak serai wangi. Diharapkan dengan adanya bantuan alat penyulingan dari anggota DPR Provinsi Riau dapat menekan anggaran pengeluaran, sehingga dapat meningkatkan pendapatan kelompok tani Harapan Jaya
RENCANA ANGGARAN BIAYA
PEMBUATAN TEMPAT PENYULINGAN SERAI WANGI
PENUTUP
Demikian proposal permohonan bantuan
alat penyulingan minyak serai wangi untuk kelompok tani Harapan Jaya Kelurahan
Pelintung . Besar harapan kami agar permohonan kami dapat dipertimbangkan untuk
kemudian direalisasikan agar kelompok tani Harapan Jaya dapat segera melakukan
kegiatan kelompok. Dan semoga niat dan usaha baik ini mendapat kemudahan dari
Tuhan Yang Maha Esa.