Harimau
Sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan
salah satu dari enam sub-spesies harimau yang masih tersisa di dunia. Kelima
sub-spesies lainnya adalah Harimau Amur/Siberia (Panthera
tigris altaica), Harimau Bengal/India (Panthera
tigris tigris), Harimau Indochina (Panthera
tigris corbetti), Harimau China Selatan (Panthera
tigris amoyensis), dan harimau Malaya (Panthera
tigris jacksoni) (WWF, 2010). Harimau sumatera
merupakan harimau terkecil dari keseluruhan sub-spesies harimau, dengan
panjang mencapai 2,5 meter dan berat 140 kilogram.
Warna bulunya lebih
gelap dari jenis harimau lainnya dan bervariasi dari warna kuning
kemerahan sampai oranye gelap dengan belang berwarna hitam. sejak tahun
1996 lembaga konservasi IUCN mengkategorikan harimau sumatera dsebagai satwa
yang Sangat Kritis Terancam Punah (critically endangered) (Dephut,
2007). Selain itu harimau sumatera juga masuk dalam CITES Appendix I yang
artinya perdagangan internasional komersial dilarang.
Menurut data
Direktorat Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (1994), pada tahun 1992
hanya terdapat sekitar 400 ekor harimau sumatera di lima taman nasional (TN
Gunung Leuser, TN Kerinci Seblat, TN Way Kambas, TN Berbak, dan TN Bukit
Barisan Selatan) dan dua suaka margasatwa (Kerumutan dan Rimbang), sementara
100 ekor lainnya berada di luar kawasan konservasi. Namun jumlah tersebut
diduga terus mengalami penurunan.
Pada area yang sempit harimau sumatera sulit
untuk hidup panjang, sementara harimau sangat tergantung pada tutupan vegetasi
yang rapat, akses ke sumber air dan hewan mangsa yang cukup. Berdasarkan data
WWF daya jelajah harimau bisa mencapai 60km2, Hasil estimasi
ekstrapolasi memperkirakan bahwa kepadatan populasi harimau sumatera Suaka
Margasatwa Kerumutan (2,3 individu per 100 km2)
Ancaman terhadap
populasi harimau sumatera di sebabkan oleh Deforestasi dan degradasi hutan di
Lanskap Kerumutan menimbulkan ancaman terhadap keanekaragaman hayati yang menyebabkan
hilangnya hutan atau terpotong-potongnya hutan menjadi bagian-bagian kecil dan
terpisah. Alih fungsi hutan banyak digunakan untuk perkebunan, hutan tanaman
industri, pemukiman, industri, . Alih fungsi hutan untuk keperluan manusia
menjadi tidak terhindarkan. Kehilangan habitat alaminya menimbulkan potensi
konflik antara manusia dengan harimau sumatera.
Konflik antara manusia-harimau
merugikan kedua belah pihak; manusia rugi karena kehilangan hewan ternak bahkan
nyawa sedangkan harimau rugi karena akan menjadi sasaran balas dendam manusia
yang marah dan ingin membunuhnya. kemudian perburuan dan perdagangan Bagian
tubuh harimau yang diperjualbelikan terutama kulit dan tulang untuk keperluan
obat-obatan tradisional bahkan untuk keperluan supranatural. Mills and Jackson
(1994) melaporkan pada periode 1970 – 1993 tercatat sebanyak 3.994 kg tulang harimau
sumatera diekspor dari Indonesia ke Korea Selatan.
Dalam
struktur piramida makanan, harimau merupakan top predator. Satwa
predator ini setiap hari harus mengkonsumsi 5 – 6 kg daging yang sebagian besar
(75%) terdiri atas hewan-hewan mangsa dari golongan rusa (Sunquist et
al., 1999). Pakan utama harimau sumatera adalah rusa sambar (Cervus
unicolor) dan babi hutan (Sus scorfa) (Wibisono,
2006). Dalam keadaan tertentu harimau sumatera juga memangsa berbagai
alternatif mangsa seperti kijang (Muntiacus muntjac), kancil (Tragulus
sp), beruk (Macaca nemestrina), landak (Hystrix
brachyura), trenggiling (Manis javanica), beruang
madu (Helarctos malayanus), dan kuau raja (Argusianus
argus).
Payung
hukum kegiatan konservasi di Indonesia telah tertuang dan dilindungi dengan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Konservasi harimau sumatera awalnya
bermana Sumatra Tiger Project (STP) telah dimulai tahun 1995
di Taman Nasional Way Kambas Propinsi Lampung. Saat ini kegiatan yang bernama
Program Konservasi Harimau Sumatera, juga dikembangkan di Taman Nasional Bukit
Tiga Puluh Propinsi Jambi dan Riau dan Kawasan Konservasi Harimau Senepis
Buluhala Propinsi Riau. Upaya konservasi harimau sumatera sebenarnya bukan
semata hanya bertujuan untuk menjaga kelestarian harimau sumatera saja, tetapi
juga melindungi spesies lainnya. Karena harimau sumatera merupakan species
payung (umbrella species) yang artinya dengan melindungi spesies ini
secara tidak langsung juga melindungi spesies lainnya yang hidup di habitat
yang sama.