Badan Restorasi Gambut
(BRG) yang dibentuk Presiden Jokowi menargetkan target restorasi lahan gambut di
tujuh antara lain Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah,
Sumatera Selatan, Jambi, Riau dan Papua. Kegiatan restorasi di provinsi-provinsi
tersebut diharapkan mampu menurunkan angka karhutla di masa depan. Dalam rangka
menunjang pelaksanaan pengendalian kebakaran hutan dan lahan diperlukan Peraturan
Daerah (Perda) di tingkat provinsi.
Provinsi yang sudah
pernah memiliki perda tentang karhutla adalah Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Barat dan Sumatera Selatan. Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan
(Sumsel) menerbitkan Perda Nomor 8 Tahun 2016. Pasal 3 menyatakan adanya
larangan setiap orang dan atau badan hukum untuk membakar hutan dan/atau lahan.
Sementara pembakaran hutan dan/atau lahan diijinkan untuk tujuan khusus antara lain
pengendalian kebakaran, pembasmian hama dan pembinaan habitat tumbuhan dan
satwa setelah meperoleh ijin pejabat setempat. Setiap orang yang melanggar bisa
dikurung paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak 50 juta.
Pemerintah Provinsi
Jambi menerbitkan Perda Nomor 2 Tahun 2016. Pasal 5 menyatakan adanya larangan
setiap orang dan atau badan hukum untuk membakar hutan dan/atau lahan. Apabila
akan membuka lahan diwajibkan melaporkan dan memperoleh izin dari pemerintah
daerah terdekat. Setiap orang atau pemegang izin yang dengan sengaja dan/atau karena
kelalaiannya menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan diancam dengan
pidana sesuai peraturan perundang-undangan Raperda tentang tentang pengendalian
kebakaran hutan dan lahan Provinsi Riau baru diinisiasi rapat paripurna yang
dilaksanakan di DPRD Provinsi Riau Tahun 2017. Salah satu hal yang akan dibahas
dalam perda tersebut adalah pemberian izin kepada masyarakat umum untuk
membakar lahan seluas maksimal 2 hektar.
Hal tersebut sesuai
dengan Undang- Undang No 32 Tahun 2009 Pasal 69 sebagaimana dimaksud ayat 2,
ada ruang bagi masyarakat untuk memiliki izin membakar lahannya dengan ketentuan-ketentuan
yang harus dipenuhi oleh masyarakat sesuai dengan kearifan lokalnya diantaranya
adalah jenis tanah, pemasangan sekat-sekat untuk membatasi lahan yang di bakar,
dan sebagainya yang masih dalam pembahasan.
Raperda tentang Revisi
Perda Kalimantan Barat No. 6 tahun 1998 tentang Pencegahan dan Penanggulangan
Kebakaran Hutan dan Lahan. Perda ini memuat diperbolehkannya masyarakat
membakar lahan. Hal itu dipandang akan berpotensi terjadinya kebakaran lahan
akibat pembakaran yang dilakukan masyarakat. Ada beberapa poin penting yang
juga dipandang perlu dilakukan revisi. Di antaranya memuat ancaman hukum
terkait aktivitas pembakaran hutan dan lahan dalam UU dan Perda sebagaimana
termaktub didalamnya, mulai dari hukuman kurungan minimal enam bulan hingga maksimal
15 tahun dan denda Rp. 50.000, hingga Rp. 10.000.000.000. Kemudian, terhadap
lahan yang dibakar akan dikenakan status quo sebagai bukti terjadi kejahatan
dan dilarang dimanfaatkan oleh siapapun juga sampai keputusan hukum yang tetap.
Rancangan Peraturan
Daerah tentang Revisi Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 5 Tahun
2003 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan atau Lahan. Raperda baru yang berasal
dari pemerintah provinsi (Pemprov) Kalteng itu diajukan pada rapat paripurna
(Rapur) ke-2 masa sidang di gedung DRRD Kalteng Tahun 2017. Pemerintah Provinsi
Kalimantan Tengah berencana memperbolehkan komunitas kearifan lokal membersihkan
lahan dengan cara membakar dengan berbagai ketentuan agar tidak menimbulkan
bencana kabut asap. Membersihkan lahan dengan cara membakar nantinya hanya
diperbolehkan bagi peladang yang lahannya untuk kegiatan ekonomi atau penyediaan
pangan menurut kearifan lokal yang sudah turun-temurun terjadi pada komunitas
lokal Kalteng.