Pelatihan Kesetaraan Gender Kelurahan Teluk Makmur

Posted by Restorasi Gambut on

Kegiatan peningkatan kapasitas kelompok perempuan merupakan diskusi reguler yang dilaksanakan tiap bulan dengan tema materi yang  berbeda-beda. Materi yang  diberikan pada pertemuan ini mengenai “Kesetaraan dan Keadilan Gender” yang disampaikan oleh Ibu Winisri Mardia yang dilaksanakan pada tanggal 21 Oktober 2017 hari Sabtu pukul 14.00 WIB di Lembaga Adat Melayu (LAM). Kelompok perempuan diberi materi dengan metode diskusi dan tanya jawab, yang bertujuan agar materi yang diterima dapat diingat selalu oleh kelompok perempuan. Pada pertemuan kali ini dihadiri oleh 18 orang ibu-ibu anggota kelompok, sedangkan 2 orang lagi berhalangan hadir.

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman kelompok perempuan atas materi yang akan diberikan. Dimana capaian pada peretemuan kali ini ialah kelompok perempuan memahami materi Kesetaraan dan Keadilan Gender”  Capaian dari diskusi ini ialah kelompok perempuan dapat memahami materi yang disampaikan.
Kesetaraan Gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidak adilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan. Suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.

Prinsip Prinsip Dalam Memperjuangkan Keadilan Gender:
Ø  Pribadiku adalah politikku (personal is political) artinya masalah masalah personal adalah masalah masalah politik yang proses penyelesaiannya bisa melibatkan publik
Ø  Adil : perlakukan yang memberikan keadilan khususnya kepada kelompok yang lemah dan terpinggirkan.
Ø  Kesetaraan
Ø  Demokrasi
Ø  Anti kekerasan : melawan segala bentuk pemaksaan secara fisik, psikis maupun seksual
Ø  Pluralitas : menghargai dan terbuka terhadap perbedaan agama, suku, ras, ideologi, orientasi, seksual, jenis kelamin,kelas sosial dan suku bangsa
Ø  Affirmative action : perlakuan khusus sementara/memberi peluang bagi kelompok kelompok tertinggal termasuk perempuan untuk mengejar ketertinggalannya dengan laki-laki yang diakibatkan oleh budaya patriarkhi.
Ø  Solidaritas : membangun empati yang diwujudkan dalam tindakan konkrit untuk membebaskan kelompok yang dilemahkan termasuk perempuan.
Terwujudnya Kesetaraan Dan Keadilan Gender yaitu:
Ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.
Menuju Keadilan dan Kesetaraan Pengelolaan Sumber Daya Alam:
Peran Penting Perempuan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) dan Sumber-sumber Kehidupan (SSK) Menuju Tata Kelola yang Baik, Adil dan Berkelanjutan
Dalam perannya merawat keluarga (reproduksi) perempuan juga menanggung banyak beban dalam hidupnya. Mulai dari lahir hingga ia mati mungkin waktu untuk beristirahat yang dia gunakan tidak sampai seperempat dari usianya. Banyak kejadian telah membuktikan bahwa perempuan adalah kelompok paling rentan terhadap perubahan yang terjadi. Perubahan ke arah kemajuan namun perempuan semakin dipinggirkan, sementara jika terjadi konflik perempuan semakin terpuruk. Di beberapa tempat perempuan pun terbukti sebagai seorang “manajer” rumah tangga yang mengatur mulai dari ketersediaan pangan hingga pendidikan anak.
Beberapa pristiwa juga membuktikan seperti gerakan perempuan Chipko di India yang melakukan aksi memeluk hutan saat hendak ditebang, ini menunjukkan bahwa perempuan adalah seorang pemelihara lingkungan hidup yang tahu mengatur sumber daya alam agar seluruh keluarga dan keturunan dapat makan dan bertahan hidup. Sayangnya, dengan kerja yang luar biasa banyak sekaligus mengagumkan ini, perempuan tetap tidak memiliki peluang dalam mengambil keputusan. Konflik sumber daya alam yang marak terjadi di negeri ini, memperlihatkan bahwa perempuan sangat jarang bahkan tidak pernah dilibatkan dalam perundingan-perundingan di tingkat masyarakat maupun dengan pemerintah atau perusahaan yang menguasai lahan.
Padahal dilihat dari cara mengelola sumber daya alam seperti bercocok tanam, mengatur ketersediaan dan kebutuhan air bagi keluarga misalnya perempuan mengeluarkan waktu dan tenaga lebih banyak  dibandingkan dengan laki-laki. Sebagai seorang manajer di rumah tangga yang mengatur ketersediaan pangan di rumah perempuan jauh lebih tahu apa saja yang dibutuhkan dalam rumah tangga. Perempuan amat mengerti apa saja yang dulu ada dan sekarang tidak ada akibat berkurangnya wilayah kelola sumber daya alam atau kerusakan lingkungan. Apa yang harus dilihat dalam analisis gender? Salah satunya adalah siapa yang menjadi aktor perubahan. Aktor di sini berarti adalah  penentu sekaligus pemain yang berperan dalam perubahan. Terlibat dalam proses pengambilan keputusan dan aktif mengambil bagian dalam setiap tahapan perubahan. Perubahan dalam hal ini bisa bermacam – macam, mulai dari masuknya program-program pengentasan kemiskinan hingga perubahan yang berujung  pada konflik  seperti masuknya investasi dalam suatu wilayah. Bentuk-bentuk intervensi ini dari luar ini seringkali mengakibatkan perubahan-perubahan drastis dalam ekosistem satu wilayah termasuk di dalamnnya sistem sosial masyarakat.
Struktur masyarakat tradisional umumnya membagi peran-peran laki-laki dan perempuan dalam  kotak-kotak tertentu, termasuk di dalamnya pada ruang pengambilan keputusan atau politik. Pada zaman tertentu pembagian peran berbasis gender ini mungkin adil, tetapi ketika terjadi perubahan drastis ternyata perempuan tidak menjadi pemeran utama dalam perubahan. Perempuan lebih banyak menjadi pelengkap yang terseret-seret dalam arus perubahan. Banyak contoh kasus yang terjadi di wilayah kelola sumber-sumber kehidupan diantaranya di Arso, Timika, Kalimantan dan banyak juga terjadi di belahan dunia lain.
Ini memperlihatkan bahwa ketika  perempuan tidak memiliki kontrol (kendali) atas pengambilan keputusan menyangkut masa depan wilayah kelola (tanah), maka perempuan terseret dan tenggelam dalam berbagai persoalan, turunnya status kesehatan, anjloknya perekonomian keluarga, tertutupnya akses terhadap informasi, kekerasan, beban kerja berlebihan adalah persoalan yang secara khusus menimpa perempuan di wilayah konflik manapun.  “laki-laki dan perempuan adalah sebagai dua sayapnya seekor burung. Jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya, jika patah satu dari pada dua sayap itu, maka tak dapatlah terbang burung itu sama sekali”. Ini artinya apa? bahwa sejatinya laki – laki dan perempuan harus saling bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan, tidak dapat berdiri sendiri diantara keduanya.
Hal ini senada  juga dengan pendapat Ivan Illich (1998: 130) bahwa di bawah pengayoman gender, laki-laki dan perempuan saling ketergantungan (interdependensi) secara kolektif, ketergantungan timbal balik mereka menetapkan batas-batas pergulatan, eksploitasi, kekalahan. Namun demikian, “kompromi” yang baik dan adil antara laki-laki dan perempuan akan dapat tercapai jika relasi kuasa diantara keduanya berjalan seimbang. Relasi kuasa dimaksud, dalam kasus ini, berkenaan dengan penguasaan, pengelolaan,  pemanfaatan dan status kepemilikan (tenurial) tanah, hutan, air, dan sumber daya lainnya. Jika tidak, maka interdependensi kolektif kedua belah pihak akan berdampak sebaliknya, tetap menghasilkan ketimpangan (Oct 2017)

Previous
« Prev Post