Pengenalam Tanaman Sagu
Sagu merupakan tanaman asli Indonesia. Sagu (Metroxylon sp.) di duga berasal dari Maluku dan Papua. Di tempat tersebut dijumpai keragaman plasma nutfah sagu yang paling tinggi. Namun hingga saat ini belum ada data yang mengungkapkan sejak kapan awal mula sagu ini dikenal. Sagu merupakan salah satu sumber karbohidrat potensial disamping beras, khususnya bagi masyarakat kawasan timur Indonesia seperti Irian Jaya dan Maluku, yaitu sebagai pangan utama. Potensi sagu sebagai sumber bahan pangan dan bahan industri telah disadari sejak tahun 1970-an, namun sampai sekarang pengembangan tanaman sagu di Indonesia masih jalan di tempat.
Klasifikasi tanaman sagu berdasarkan database tanaman dari pelayanan konservasi sumber daya alam (USDA, 2005) menyebutkan bahwa sagu termasuk dalam Famili (Arecaceae-Palm), Genus (Metroxylon) dan Spesies (Metroxylon sagu Rottb). Beccari (1918) menyatakan genus Metroxylon kelompok Eumetroxylon mempunyai 3 spesies (M.sagu Rottb., M rumphii Mart, dan M. Squarossum Becc.) Klasifikasi Beccari didasarkan pada ukuran dan bentuk buah, oleh sebab itu dianggap sebagai klasifikasi yang belum akurat.
Tanaman sagu dengan bahasa latin Metroxylon sagu Rottboell, berarti tanaman yang menyimpan pati pada batangnya (Metro : empulur, xylon : xylem, sagu : pati). Menurut Flach (1995) tanaman sagu merupakan tanaman hapaxanthik (berbunga satu kali dalam satu siklus hidup) dan soboliferous (anakan). Satu siklus hidup tanaman sagu dari biji sampai membentuk biji diperlukan waktu hingga 11 tahun dalam empat periode fase pertumbuhan awal atau gerombol (russet) diperlukan waktu 3.75 tahun, fase pembentukan batang diperlukan waktu 4.5 tahun, fase infoloresensia (pembungaan) diperlukan waktu 1 tahun dan fase pembentukan biji diperlukan waktu selama 1 tahun (Flach, 2005)
Sagu termasuk tanaman palem dengan tinggi sedang, setelah berbunga mati. Akar berserabut yang ulet, mempunyai akar nafas. Batang berdiameter hingga 60 cm, dengan tinggi hingga 25 m. Batang merupakan tempat penimbunan utama pati yang dihasilkan melalui proses fotosintesis. Batang terbentuk setelah ada russet berakhir yaitu setelah berumur 45 bulan dan kemudian membesar dan memanjang dalam waktu 54 bulan (Flach, 2005). Batang tanaman sagu memiliki kulit luar yang keras (lapisan epidermal) dan empulur tempat menyimpan pati. Bentuk daun menyirip sederhana, dengan tangkai daun sangat tegar, melebar pada pangkalnya menuju pelepah yang melekat pada batang, pelepah dan tangkai daun berduri tajam. Perbungaan malai di pucuk, bercabang-cabang sehingga menyerupai payung, bunga muncul dari percabangan berwarna coklat pada waktu masih muda, gelap dan lebih merah pada waktu dewasa; bunga berpasangan tersusun secara spiral, masing-masing pasangan berisi 1 bunga jantan dan 1 bunga hermafrodit, biasanya sebagian besar bunga jantan gugur sebelum mencapai antesis. Buah pelok membulat-merapat turun sampai mengerucut sungsang, tertutup dengan sisik, mengetupat, kuning kehijauan, berubah menjadi bewarna kuning jerami atau sesudah buah jatuh; bagian dalamnya dengan suatu lapisan bunga karang berwarna putih. Biji setengah membulat, selaput biji merah tua.
Tanaman Sagu dikenal dengan nama Kirai di Jawa Barat, bulung, kresula, bulu, rembulung, atau resula di Jawa Tengah; lapia atau napia di Ambon; tumba di Gorontalo; Pogalu atau tabaro di Toraja; rambiam atau rabi di kepulauan Aru. Tanaman sagu masuk dalam Ordo Spadicflorae, Famili Palmae. Di kawasan Indo Pasifik terdapat 5 marga (genus) Palmae yang zat tepungnya telah dimanfaatkan, yaitu Metroxylon, Arenga, Corypha, Euqeissona, dan Caryota. Genus yang banyak dikenal adalah Metroxylon dan Arenga, karena kandungan acinya cukup tinggi.
Budidaya Tanaman Sagu
Sagu dapat tumbuh sampai pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut (dpl), namun produksi sagu terbaik ditemukan sampai ketinggian 400 m dpl. Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson (1951), tipe iklim A dan B sangat ideal untuk pertumbuhan sagu dengan rata-rata hujan tahunan 2.500−3.000 mm/tahun. Sagu dapat tumbuh baik di daerah 100 LS - 150 LU dan 90 – 180 darajat BT, yang menerima energi cahaya matahari sepanjang tahun. Sagu dapat ditanam di daerah dengan kelembaban nisbi udara 40%. Kelembaban yang optimal untuk pertumbuhannya adalah 60%. Sedangkan suhu optimal untuk pertumbuhan sagu berkisar antara 24,50−29⁰ C dan suhu minimal 15⁰ C, dengan kelembapan nisbi 90% (Haryanto dan Pangloli 1992 ).
Tanaman sagu membutuhkan air yang cukup, namun penggenangan permanen dapat mengganggu pertumbuhan sagu. Sagu tumbuh di daerah rawa yang berair tawar atau daerah rawa yang bergambut dan di daerah sepanjang aliran sungai, sekitar sumber air, atau di hutan rawa yang kadar garamnya tidak terlalu tinggi dan tanah mineral di rawa-rawa air tawar dengan kandungan tanah liat > 70% dan bahan organik 30%. Pertumbuhan sagu yang paling baik adalah pada tanah liat kuning coklat atau hitam dengan kadar bahan organik tinggi. Sagu dapat tumbuh pada tanah vulkanik, latosol, andosol, podsolik merah kuning, alluvial, hidromorfik kelabu dan tipe-tipe tanah lainnya. Sagu mampu tumbuh pada lahan yang memiliki keasaman tinggi. Pertumbuhan yang paling baik terjadi pada tanah yang kadar bahan organiknya tinggi dan bereaksi sedikit asam pH 5,5 – 6,5.
Sagu paling baik bila ditanam pada tanah yang mempunyai pengaruh pasang surut, terutama bila air pasang tersebut merupakan air segar. Lingkungan yang paling baik untuk pertumbuhannya adalah daerah yang berlumpur, dimana akar nafas tidak terendam. Pertumbuhan sagu juga dipengaruhi oleh adanya unsur hara yang disuplai dari air tawar, terutama potasium, fosfat, kalsium, dan magnesium.
Teknologi perbanyakan tanaman sagu dapat dilakuan dengan metode generatif dan vegetatif. Secara generatif yaitu dengan menggunakan biji yang berasal dari buah yang sudah tua dan rontok dari pohonnya. Biji yang digunakan adalah biji yang berasal dari pohon induk yang baik, yang subur dan produksinya tinggi. Biji yang digunakan berasal dari buah yang sudah tua dan jatuh/rontok dari pohon induk yang baik, yaitu subur dan produksinya tinggi, tumbuh pada lahan yang wajar serta produksi klon rata-rata tinggi. Biji/buah yang diambil tersebut adalah buah yang tidak cacat fisik, besarnya rata-rata, dan bernas.
Perbanyakan tanaman sagu secara vegetatif dapat dilakukan dengan menggunakan bibit berupa anakan yang melekat pada pangkal batang induknya yang disebut dangkel atau abut (jangan yang berasal dari stolon).
Secara generatif penyemaian benih tanaman sagu dapat dilakukan dengan cara perkecambahan tidak langsung, penyiapan media, penataan bibit dan pembibitan. Perkecambahan dilakukan pada media dari pasir dan serbuk gergaji basah Kelembaban media dijaga antara 80-90%. Setelah umur 1-2 bulan dan sudah berdaun 2-3 lembar, bibit dipindah ke bedeng pembibitan. Pemeliharaan dilakukan dengan penjarangan setelah 1 bulan, diberi naungan agar Tidak terkena cahaya matari langsung dan dilakukan penyiraman. Bibit yang telah berumur 6-12 bulan dapat dipindah ke kebun atau ke tempat penanaman, sedangkan bibit secara vegetative setelah diambil dapat langsung ditanam.
Unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman sagu, antara lain kalsium, kalium dan magnesium. Pada hutan sagu liar, pemeliharaan tanaman berupa pemupukan jarang dilakukan. Berbeda dengan hutan budidaya sagu yang mengejar produktivitas yang optimal, maka akan dilakukan pemupukan. Pemupukan dilakukan dengan membenamkan pupuk dalam tanah, agar tidak terbawa air sebelum terabsorbsi oleh akar tanaman lahan yang berada di daerah rawa/dataran rendah dan pasang surut yang sering yang terjadi luapan air. Pemupukan dilaksanakan secara melingkar di sekeliling rumpun atau secara lokal di daun sisi rumpun pada jarak sejauh pertengahan antara ujung tajuk dengan pohon/rumpun sagu. Waktu pemupukan untuk tanaman sagu muda adalah sampai 1 tahun menjelang panen, pemupukan dilakukan 1-2 kali setahun. Pemupukan sekali setahun, dilakukan pada awal musim hujan. Sedangkan untuk pemupukan dua kali setahun dilakukan pada awal dan akhir musim hujan, masing – masing dengan ½ dosis.
Panen dapat dilakukan umur 6 -7 tahun, atau bila ujung batang mulai membengkak disusul keluarnya selubung bunga dan pelepah daun berwarna putih terutama pada bagian luarnya. Tinggi pohon 10 – 15 m, diameter 60 – 70 cm, tebal kulit luar 10 cm, dan tebal batang yang mengandung sagu 50 – 60 cm. Ciri pohon sagu siap panen pada umumnya dapat dilihat dari perubahan yang terjadi pada daun, duri, pucuk dan batang. Cara penentuan pohon sagu yang siap panen di Maluku adalah sebagai berikut :
a. Tingkat Wela/putus duri, yaitu suatu fase dimana sebagian duri pada pelepah daun telah lenyap. Kematangannya belum sempurna dan kandungan acinya masih rendah, tetapi dalam keadaan terpaksa pohon ini dapat di panen.
b. Tingkat Maputih, ditandai dengan menguningnya pelepah daun, duri yang terdapat pada pelepah daun hampir seluruhnya lenyap, kecuali pada bagian pangkal pelepah masih tertinggal sedikit. Daun muda yang terbentuk ukurannya semakin pandek dan kecil. Pada tingkat ini sagu jenis Metroxylon rumphii Martius sudah siap dipanen, karena kandungan acinya sangat tinggi.
c. Tingkat Maputih masa/masa jantung, yaitu fase dimana semua pelepah daun telah menguning dan kuncup bunga mulai muncul. Kandungan acinya telah padat mulai dari pangkal batang sampai ujung batang merupakan fase yang tepat untuk panen sagu ihur (Metroxylon sylvester Martius)
d. Tingkat siri buah, merupakan tingkat kematangan terakhir, di mana kuncup bunga sagu telah mekar dan bercabang menyerupai tanduk rusa dan buahnya mulai terbentuk. Fase ini merupakan saat yang paling tepat untuk memanen sagu jenis Metroxylon longisipium Martius
Cara Panen
Langkah-langkah pemanenan sagu adalah sebagai berikut :
- Pembersihan untuk membuat jalan masuk ke rumpun dan pembersihan batang yang akan di potong untuk memudahkan penebangan dan pengangkutan hasil tebangan.
- Sagu dipotong sedekat mungkin dengan akarnya. Pemotongan menggunakan kampak/mesin pemotong (gergaji mesin).
- Batang dibersihkan dari pelepah dan sebagian ujung batangnya karena acinya rendah, sehingga tinggal gelondongan batang sagu sepanjang 6 – 15 meter. Gelondongan dipotong – potong menjadi 1-2 meter untuk memudahkan pengangkutan. Berat 1 gelondongan adalah + 120 kg dengan diameter 45 cm dan tebal kulit 3,1 cm.
Luas Penyebaran Tanaman Sagu di Indonesia
Palma sagu ditemukan tersebar luas di Asia tenggara, Melanesia, dan beberapa pulau di Mikronesia dan Polinesia (McClatchey et al, 2005). Selanjutnya diungkapkan bahwa tanaman sagu ditemukan tumbuh secara alami mulai dari sebelah barat Thailand samapai sebelah timur kepulauan Santa Cruz dan dari sebelah utara Mindanao sampai sebelah selatan pulau Timor Indonesia. Berdasarkan data yang ada menunjukkan bahwa sekitar 2.250.000 hektar hutan sagu dan 224.000 hektar kebun sagu terdapat di dunia, diperkirakan seluas 1.250.000 hektar hutan sagu dan 148.000 hektar kebun sagu tersebar di Indonesia dan diperkirakan bahwa di Papua terdapat 1.200.000 hektar hutan sagu dan 14.000 hektar kebun sagu (Flach, 1997)
Sedangkan Ngudiwaluyo et al. (1996) dengan mengacu berbagai sumber menyatakan bahwa Indonesia memiliki areal sagu sekitar 1 juta ha, sedangkan Kertopermono (1996), mengacu Bakosurtanal 1996) menyatakan bahwa sagu di Indonesia menyebar seluas sekitar 1,5 juta ha (Tabel 1). Tetapi keduanya sepakat bahwa 90% sebarannya ada di Papua (termasuk Papua Barat).
Daerah penyebaran tumbunya tanaman ini sangat luas, mulai dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa Barat dan dan Papua, serta beberapa kepulauan seperti kepulauan Riau, Nias, Mentawai dan Maluku.