Panen Padi |
Padi
Pertanian padi merupakan usaha mayoritas masyarakat di Desa
Teluk Meranti dengan luas keseluruhan mencapai sekitar 700 ha. Lahan pertanian
padi membentang di bagian seberang Sungai Kampar hingga ke perbatasan Desa Teluk
Binjai. Tanaman padi dipanen sekali setahun, yaitu pada bulan Agustus hingga
Februari. Hasil panen padi sejauh ini digunakan untuk kebutuhan sendiri dan
dijual di pasar setempat. Produktivitas lahan padi sawah Teluk Meranti
tergolong tinggi, yaitu sekitar 6–7 ton/ha, sehingga dapat mencukupi keperluan
masyarakat sekitar
Jagung
Jagung pada umumnya ditanam sebagai tanaman sela di antara
tanaman kelapa sawit, yang bisa ditanam hingga umur kelapa sawit sekitar 3-4 tahun,
atau hingga kelapa sawit menghasilkan buah pasir, yaitu buah yang dihasilkan
pada tahap produksi awal. Sebagian masyarakat juga menanam jagung secara
monokultur. Masa tanam dilakukan pada bulan Februari hingga Mei dan Agustus
hingga November. Produktivitas tanaman jagung sekitar 2,5 ton/ha (BPS Kabupaten
Pelalawan, 2017). Dengan luas tanaman jagung yang diusahakan oleh warga desa
sekitar 300 ha, potensi produksi jagung di Desa Teluk Meranti bisa mencapai
sekitar 750 ton. Namun dengan adanya larangan pembakaran lahan produksi jagung
akhir-akhir ini hanya mencapai sekitar 200 ton.
Ikan
Ikan merupakan potensi besar Desa Teluk meranti mengingat
adanya beberapa batang sungai di wilayah desa dan kecamatan. Namun, potensi ini
belum tergarap secara optimal. Tidak semua hasil tangkapan ikan masyarakat desa
tersebut dijual, melainkan sebagian hanya untuk konsumsi keluarga. Wilayah
tangkapan ikan terbagi menjadi dua kelompok, yaitu di sepanjang Sungai Kampar
dan Sungai Kerumutan, serta di wilayah sungai dalam (Sungai Serkap, Sungai
Turip, dan Sungai Kutub). Nelayan sungai dalam biasanya melakukan mandah atau ‘menginap
selama 1 minggu hingga 1 bulan’, kemudian keluar dengan membawa hasil ikan
selai (ikan asap) dan ikan segar. Bulan November–Maret merupakan puncak masa
panen ikan. Pada saat puncak masa panen, jumlah ikan sangat melimpah dan tidak
laku dijual di lokasi sekitar, bahkan diberikan secara cuma-cuma pun tidak ada
yang mau menerima. Jumlah tangkapan ikan menurun pada bulan April–Juni, bahkan
ikan akan sangat sulit didapat pada bulan Juli–November. Ikan wajang merupakan salah satu jenis ikan yang selalu dapat diperoleh
dari Sungai Kampar
dan sekitarnya.
Palawija
Sebagian masyarakat Teluk Meranti juga mengusahakan tanaman
palawija jenis cabe dan kacang panjang. Tanaman cabe ditanam masyarakat sepanjang
tahun, sedangkan tanaman kacang panjang ditanam setiap musim penghujan. Selama
ini, panen yang dihasilkan hanya dipasarkan di dalam desa sendiri. Belum
optimalnya masyarakat mengelola potensi palawija ini tidak bisa dilepaskan dari
ketersediaan sarana produksi pertanian (mulai dari bibit hingga racun hama),
termasuk pendampingan bagi petani.
Buah-buahan
(Buah Naga dan Nanas)
Komoditas yang saat ini mulai dikembangkan masyarakat di areal
gambut adalah buah naga dan nanas. Tanaman ini dapat berbuah sepanjang tahun
dan dipanen dalam waktu 8 bulan sekali. Tanaman buah naga di lahan gambut tidak
memerlukan pemupukan, namun hasil panennya cukup baik. Ukuran buah naga cukup
besar dengan berat rata-rata 500 g/buah, bahkan bisa mencapai 700 g. Rasa buah
naga yang dihasilkan lebih manis dibandingkan dengan buah naga yang dijual di
Pekanbaru. Nanas sebagai salah satu komoditas di lahan gambut banyak ditanam
untuk kebutuhan sendiri. Sementara itu, nanas untuk tujuan komersial banyak
ditanam masyarakat di desa tetangga, yaitu di Desa Kuala Panduk.
Sarang Burung
Walet
Usaha sarang burung walet di desa ini mulai berkembang pada
tahun 2009 yang diawali oleh salah seorang warga desa. Melihat keuntungan yang
diperoleh, usaha ini kemudian banyak diikuti oleh warga lainnya. Saat ini,
sudah ada sekitar 100 rumah walet yang ada di Teluk Meranti. Berdasarkan
pengalaman masyarakat, rumah walet yang lebih menguntungkan adalah yang terbuat
dari kayu dibandingkan dengan yang terbuat dari batu. Oleh karena itu, lebih
banyak pengusaha walet yang membangun rumah wallet dari kayu. Hasil produksi
sarang walet dijual kepada tengkulak yang datang langsung ke desa. Mereka
berasal dari Surabaya, Batam, dan Pekanbaru, yang selanjutnya memasarkan
sarang walet hingga ke Malaysia dan Singapura. Selain menghasilkan
sarang walet, budi daya ini juga menghasilkan kotoran walet yang bermanfaat
untuk pupuk tanaman kelapa sawit. Harga jual pupuk walet bisa mencapai
Rp1.500,00/kg.
Kelapa sawit
Komoditas kelapa sawit mulai ditanam di desa ini sejak tahun
1999, terutama oleh warga di Kampung Jawa. Saat ini, kecenderungan masyarakat untuk
menanam kelapa sawit terus tumbuh karena waktu panen yang lebih pendek. Harga
kelapa sawit saat ini sedang turun mencapai Rp1.250,00/kg, yang mana sebelumnya
mencapai Rp1.400,00/kg. Produksi kelapa sawit sekitar 2 ton/ha per bulan, dan
dengan harga Rp1.250,00/kg merupakan kondisi standar minimal yang dapat
memenuhi kebutuhan pemeliharaan dan kebutuhan hidup keluarga.
Hasil produksi kelapa sawit di Teluk Meranti dibawa ke pabrik
di daerah Bukit Lembah Subur, atau kadang juga dibawa ke PT Mekarsari Alam
Lestari (MAL) di Desa Kuala Panduk. Di Desa Teluk Meranti, terdapat pula
koperasi yang dapat membeli tandan buah segar (TBS) kelapa sawit dari
masyarakat desa, sekaligus berusaha di bidang penyediaan saprodi dan usaha simpan
pinjam. Khusus di Kampung Jawa, terdapat Koperasi Petani Sawit Sukses Makmur Bersama
yang beranggotakan 35 orang dengan jenis pelayanan pembelian TBS kelapa sawit,
penyediaan sarana produksi (saprodi) dan simpan pinjam. Saat ini, koperasi
tersebut telah mampu memberikan pinjaman maksimal Rp3 juta kepada anggotanya.
Kelapa sawit saat ini cenderung menjadi tanaman pilihan masyarakat karena
relatif membutuhkan waktu kerja yang lebih pendek dan lebih ringan
pengerjaannya dibandingkan karet.
Karet
Harga karet saat ini sekitar Rp9.500,00/kg. Berdasarkan informasi
yang diperoleh di dalam FGD Peniliti oleh CIFOR
dan survei rumah tangga, produktivitas
karet per hektare per bulan di Desa Teluk Meranti sekitar 400-500 kg. Dengan
kondisi harga seperti saat ini, dibandingkan kelapa sawit dengan luasan masing-masing
komoditas 2 ha (1 kaveling), hasil per bulan lebih menguntungkan tanaman karet.
Namun, karet memerlukan pemeliharaan dan pemanenan yang teratur dan lebih
intensif sehingga tidak semua keluarga berminat mengelola tanaman karet.