Penggunaan Lahan di Kelurahan Teluk Meranti dan Desa Pulau Muda

Posted by Restorasi Gambut on

Meskipun relatif jauh dari pantai timur Sumatera, Kelurahan Teluk Meranti dan Desa Pulau Muda masih terpengaruh oleh pasang surut air laut.Salah satu fenomena alam yang terkenal dari daerah ini adalah “bono”, yaitu ombak besar yang datang dari arah Pulau Muda menuju Teluk Meranti yang terjadi karena pertemuan air laut dengan air sungai, khususnya pada saat bulan purnama.

Gambut merupakan jenis tanah dominan di kedua desa ini, kecuali dipinggir S. Kampar yang merupakan tanggul alam. Bagian yang bertanah mineral ini dimanfaatkan masyarakat untuk permukiman, persawahan,perladangan, dan kebun karet.Permukiman penduduk Teluk Merantimaupun Pulau Muda semuanya berada di sebelah selatan S. Kampar. Hal ini terkait dengan tingginya resiko terkena ombak besar (“bono”) di sisi sebelah utara sungai.

Berdasarkan data monografi kedua desa tersebut, luas Kelurahan Teluk Meranti mencapai 179.800 ha, sementara luas Desa Pulau Muda mencapai 59.800 ha.Luas ini termasuk kawasan hutan yang dikelola oleh perusahaan HTI dan hutan alam yang masih tersisa. Menurut pengakuan masyarakat, lahan di kanan dan kiri S. Kampar dengan jarak 3 km dari pinggir sungai merupakan wilayah kelola masyarakat. Pemahaman ini sering memicu munculnya konflik lahan antara masyarakat dengan perusahaan HTI.

Berdasarkan hasil survei, rata-rata kepemilikan tanah per rumah tangga di Kelurahan Teluk Meranti sebesar 1,89 hektar, sementara di Pulau Muda lebih besar yakni 3,13 hektar. Bentuk-bentuk penggunaan tanah di Teluk Meranti terdiri dari 0,11 ha pekarangan, 0,81 kebun sawit, 0,61 karet, 0,25 ladang, 0,06 sawah, dan 0,06 semak belukar. Data ini menunjukkan bahwa kebun kelapa sawit merupakan bentuk penggunaan yang lebih dominan dibandingkan dengan bentuk lainnya. Namun, kebun ini masih banyak dimiliki oleh tuan tanah karena jumlah rumah tangga petani kelapa sawit di kelurahan ini relatif sedikit.

Sementara itu, bentuk-bentuk penggunaan tanah di Pulau Muda adalah 0,39 ha pekarangan,0,26 kebun kelapa sawit, 1,05 karet, 1,0 ladang, 0,26 sawah, dan 0,16 semak belukar. Di sini kebun karet merupakan bentuk penggunaan yang lebih dominan dibandingkan dengan bentuk lainnya,dikuti ladang.Pada dekade 1990-an, kedua desa ini merupakan lumbung padi Riau yang potensial, namun saat ini kondisinya sebagian besar terlantar dan jaringan irigasi yang ada tidak terawat karena beberapa tahun lalu sebagian besar tenaga masyarakat tercurah dalam penebangan hutan. Lahan persawahan di Pulau Muda berada di pulau di tengah Sungai Kampar luasnya mencapai ±3.676 ha, sementara di seberang permukiman Teluk Meranti mencapai 550 ha.

Saat ini masyarakat dan pemerintah daerah kembali meng-galakkan penanaman padi setelah kegiatan penebangan hutan secara liar(illegal logging) dilarang keras oleh pemerintah. Selain itu, di lokasi perladangan yang berada di sekitar permukiman saat ini juga banyak ditanami jagung sehingga produksi jagung dari kedua daerah ini cukup tinggi yang dipasarkan ke Kuala Kampar dan Selat Panjang.

Perkebunan kelapa sawit diKelurahan Teluk Meranti cukup berkembang dibandingkan dengan Desa Pulau Muda hingga diperkirakan telah merambah kawasan SM. Kerumutan, dimana masing-masing seluas ±2.250 ha berbanding 50 ha.Perkembangan kebun kelapa sawit rakyat di Teluk Meranti di dorong oleh keberadaan penduduk pendatang yang sebagian besar berasal dari Jawa Barat yang masuk pada akhir dekade 1990-an.

Mereka berperan dalam pemeliharaan kebun dengan imbalan berupa pembagian lahan kebun dengan luas dan umur yang disepakati sebelumnya dan Sembako untuk kebutuhan makan sehari-hari selama dikebun. Selain kebun kelapa sawit, kebun karet juga dominan di Teluk Meranti yang luasnya mencapai 3.500 ha, sementaradi Pulau Muda relatif kecil luasnya, hanya±20 ha.Luas Kebun Kelapa di Pulau Muda tercatat ±1.226 ha, sementara di Teluk Meranti tidak tercatat. Kelapa juga pernah menjadi unggulan daerah ini,namun karena harga kelapa beberapa tahun ini sangat rendah maka tanaman ini kurang dirawat dan jarang di panen lagi.


Secara umum, pola pertanian di kedua desa masih dapat dikategorikan tradisional, namun di Teluk Meranti sudah beranjak pada industrialisasi pertanian dengan hadirnya kelapa sawit.Pada sistem pertanian tradisional ini terdapat periode tertentu yang memerlukan tenaga kerja banyak, yakni pada saat pembukaan lahan, penanaman,dan pemanenan, tetapi di luar periode tersebut kebutuhan tenaga kerja sedikit sekali karena tidak membutuhkan pemeliharaan tanaman yang intensif.

Previous
« Prev Post