Pemerintah dalam tahun ini
berencana untuk merealisasikan percepatan pembaharuan reforma agraria sebagai
salah satu solusi untuk atasi kesenjangan sosial ekonomi. Setidaknya pada tahun
ini ditargetkan dilakukan redistribusi 9,1 juta hektar. Namun pendekatan
organisasi petaninya sepertinya belum mendapat perhatian serius. Fokus
pemerintah sepertinya baru pada bagaimana proses redistribusi tanah obyek
reformasi agraria (TORA).
Redistribusi pemilikkan tanah
tanpa didasari dengan proses pembangunan kelembagaan petani yang baik tentu
akan temukan kegagalanya. Adagiumnya jelas, jika salah organisasinya maka salah
juga inestasinya.
Pemerintah dan lembaga
bantuan internasional sering melupakan faktor pra-kondisi politis dan
administrasi dalam reforma agraria. Kemampuan untuk memperkuat dukungan politik
dan penguatan kelembagaan pertanian diabaikan. Asumsinya selalu percaya dengan
adanya kemampuan administrasi teknis dan perlu penyesuaian kecil. Revolusi
hijau adalah wajah buruk dari representasi lembaga yang tidak baik dan
peraturan yang buruk.
Pemerataan ekonomi adalah
hubungan pradoksal dari hubungan pusat-desa. Pemerintah pusat tidak ingin atau
tidak mampu untuk mewujudkan struktur lembaga yang tidak sentralistis
yang penting di desa. Pengawasan didesentralisasikan, fungsi dialihkan dan
lembaga di daerah diciptakan untuk partisipasi, tapi pengawasan administrasi di
pusat dipertahankan dan diperketat.
Kemauan pembaharuan politiknya
lemah, struktur administrasi dan kapasitas koordinasi tidak memadai untuk mengembangkan
partisipasi dalam kegiatan ekonomi.
Kelembagaan Petani
Pertumbuhan ekonomi melalui
industri padat modal telah gagal memperbaiki kondisi ekonomi namun justru
meningkatkan konsentrasi dan memperlebar jurang miskin-kaya. Sistem “trickle
down effect” yang diterapkan sejak tahun 1970 an ini sudah gagal total dan
hanya ciptakan konsentrasi, akumulasi dan pada akhirnya monopoli di segala
sektor. Kelembagaan sosial ekonomi masyarakat yang integratif (off farm
dan on farm) dalam tangan masyarakat desa sendiri selama ini diabaikan.
Resep neo-klasikal selalu
andalkan rumus yang sama, asumsinya selalu didasarkan pada pedesaan yang
dipenuhi petani rasional, baik besar, kecil atau gurem. Mereka miskin karena
teknologinya primitif, irigasi dan infrastruktur tak meadai, dan input lain
seperti pupuk dan kredit tak memadai, struktur harga tak sesuai.
Tapi, resepnya pemerintah selalu
tak berubah. Perhatikan!, walaupun ada istilah berdikari, kedaulatan tapi
idenya “buat paket”, lalu kirimkan!. Kemiskinan di desa yang diatasi secara
partial dan gunakan model target group dan paket input hanya lestarikan
kemiskinan. Sakit yang sama selalu diberikan obat yang sama.
Model paket kebijakan yang biar
elit desa-kota ini timbulkan ketidakseimbangan politik dan ekonomi dan hambat
pembangunan yang merata. Jadi campur tangan tambal sulam seperti model paket
imput dan pemberantasan kemiskinan dengan model target group dan atau alokasi
fiskal untuk masalah sosial jelas bukan solusinya.
Kaum kaya desa membentuk
persekutuan dengan kelompok penguasa kota. Selain itu selalu ada tuduhan
bahwa pembagian tanah desa hanya akan hancurkan pertumbuhan ekonomi pertanian
dan hasilkan sub- ekonomis. Modus operandinya pada akhirnya, redistribusi lahan
dan selesaikan masalah konflik jangka pendek lalu kooptasi kembali.
Sebetulnya kalau kita membaca
amanah Undang-Undang (UU) Pokok Agraria Sebagai alat untuk lakukan redistribusi
pemilikkan dan pendapatan secara demokratik telah diberikan instrumen yang
tegas, yaitu koperasi dan organisasi gotong royong lainya.
Kenapa koperasi ini penting?
Sebab koperasi adalah bangun usaha yang sesuai dengan demokrasi ekonomi.
Melalui koperasi maka penciptaan pendapatan di desa secara lokal bisa dilakukan
dan hilangkan ketidakseimbangan distribusi harta milik yang merupakan penyebab
utama kemiskinan. Selain perkuat infrastruktur sosial dan bargaining masyarakat
untuk daya lestari secara politik.
Model koperasi ini bekerja dengan
landasan filosofi dan prinsip operasionalyang jelas dan berpusat pada
orang, bukan modal material. Koperasi menaruh visi sosial diatas
perusahaan. Pengendalian pada kelompok besar dan bekerja dalam sistem
pasar. Koperasi meyakini bahwa semakin kuat dengan sistem federasi yang
integratif. Mendistribusikan manfaat ekonomi berdasarkan partisipasi.Mengikuti
rasionalitas bisnis tapi tidak profit –oriented.Dibangun dengan kekuatan
ikatan pemersatu dan dikembangkan dengan kekuatan anggota secara mandiri, dan
natural. Koperasi adalah bentuk solidaritas inklusif,pertinggi kerjasama dan
organisasi kejujuran. Agenda reforma agraria menemukan ketepatan kelembagaannya
melalui koperasi ini.
Tanggal 26 Desember 2016 lalu
dalam sidang PBB di Afrika Selatan gerakan koperasi sebagai “gerakan menolong
diri sendiri melalui cara kerjasama” diakui sebagai Intangible
Herittage (Warisan Tak Berwujud ) dunia. Sejarah membuktikan, keberhasilan
Koperasi sebagai gerakan lawan tanding kapitalisme secara fundamental
dimana-mana tergantung pada tiga hal : ideologi sebagai spiritnya,institusi
yang memiliki tata kelola yang baik, dan aksi yang memiliki perencanaan
strategis yang visioner.
Bagaimana pengorgansiasiannya?
Sebagai proposal, obyek reforma
agararia musti dikembangkan melalui model organsasi koperasi. Bentuk
kepemilikkan tanah pribadi dikelola secara kolektif melalui koperasi dan
perjanjikan bahwa tanah adalah merupakan hak kolektif dan punya fungsi sosial.
Kembangkan bisnis koperasi secara integratif melalui bisnis on farm dan
off farm dari budidaya hingga pengolahan, paska panen dan bisnis pendukung
seperti asuransi dan keuangan serta pemasaran.
Selanjutnya, lakukan langkah
advokasi kebijakan bagi penyaluran sarana produk pertanian dan kebutuhan pokok
petani melalui koperasi. Kembangkan “reserve fund” untuk kembangkan sektor
ekonomi produktif dan bangun asuransi dari sebagian keuntunganya.
Untuk memperkuat struktur
organisasi petani, kembangkan integrasi horizontal antara koperasi produksi,
koperasi pekerja dan koperasi konsumsi dalam konsep koperasi multipihak.
Perkuat integrasi strategis koperasi secara multisektor, multipihak, multijalur
dan hubungkan jaringan koperasi secara lokal, nasional dan internasional.
Untuk merombak sistem kapitalisme
yang konsentratif, akumulatif dan monopolistik musti dilakukan dengan cara
tranformatif dan evolutif melalui demokrasi koperasi. Kita juga dapat kembangkan
konsep koperasi petani yang dikonsep ekonom strukturalis dan juga pakar
koperasi Alexander Chayanov (1888-1937), dimana konsep konsolidatif model
koperasi yang hargai pertanian skala rumah tangga (family farming) dapat
dikembangkan untuk cegah berkembangnya kapitalisme industri melalui integrasi
koperasi secara vertikal. Menurut konsepnya, untuk mencegah kepentingan yang
bersifat antagonistik dari setiap sektor dibentuklah integrasi
koperasi-koperasi multi sektoral meliputi off farm dan on
farm system.
Sekali lagi, refoma agraria bukan
hanya bagi-bagi tanah, sebab jika tidak dibangun kelembagaan petaninya maka
yang terjadi adalah proses sub-ordinasi petani kepada pemilik modal kapital
besar lagi.
Jakarta, 13 April 2017
Suroto, Ketua Asosiasi Kader
Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), tinggal di Jakarta.