Sebagian besar lanskap GSK-BB adalah lahan gambut yang terdrainase sehingga kondisinya sangat rentan terhadap kebakaran lahan dan hutan, Berdasarkan hasil pemantauan Satelit NOOA periode 2001-2018 tedapat 14,575 titik api dengan confidence di atas 75%, dan setiap tahun nya selalu terdapat titik api dan puncaknya terjadi pada Februari-Maret 2014 yang meluas sampai ke kawasan Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil di sekitar Desa Bukit Kerikil. Lokasi yang paling sering terbakar adalah wilayah perbatasan antara Kabupaten Bengkalis dan Kota Dumai, yaitu desa Tanjung Leban dan Pelintung.
Kebakaran yang terjadi di lahan gambut akan sangat sulit untuk dipadamkan karena ketersediaan bahan bakar yang cukup banyak yang berasal dari tanah gambut kering baik yang berada pada lapisan tanah bagian atas maupun hingga kedalaman tertentu. Kebakaran lahan gambut yang sudah masuk hingga kedalaman tertentu (underground fire) akan semakin sulit untuk dipadamkan, diperparah lagi oleh karena terbatasnya sumber air di tempat kejadian dan sulitnya akses menuju lokasi.
Kebakaran hutan merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan yang memiliki dampak negatif besar. Dampak kebakaran hutan diantaranya menimbulkan asap yang mengganggu aktifitas kehidupan manusia, antara lain tingginya kejadian penyakit infeksi saluran pernafasan akut pada masyarakat, dan menganggu sistem transportasi yang berdampak sampai ke negara tetangga. Kebakaran hutan di indonesia pada tahun 2015 menimbulkan kerugian mencapai Rp 221 Triliun atau 16,1 Miliar USD, nilai tersebut dua kali lipat dibandingkan dengan biaya rekonstruksi Provinsi Aceh pasca Tsunami Aceh pada tahun 2004, dan kajian tersebut hanya di hitung pada tahun 2015 sementara sebelum tahun 2015 kebakaran selalu terjadi setiap tahun semenjak tahun 1998.