Profil Kepenghuluan Mumugo

I.           Sejarah Desa

Kepenghuluan Mumugu pada awalnya merupakan perkampungan kecil dengan jumlah rumah dan kepala keluarga sebanyak 9 KK pada sekitar tahun 1983, saat itu yang ada hanya penduduk selaku penjaga kebun. Kemudian pada tahun 1993 barulah dibentuk kelompok tani dan diberi nama Kampung Mumugo, sehingga pada akhirnya penduduk semakin ramai.

Status wilayah pada tahun 1983 masuk kedalam Desa Bangsal Aceh Kecamatan Bukit Kapur Kabupaten Bengkalis, setelah itu beralih masuk wilayah Desa Lubuk Gaung, Kemudian dibentuk Rukun Warga RW 3 yang dijabat oleh M. Dahlan (Alm) membawahi 1 RT yang dijabat oleh Syahren (Alm) yang masih berada di Kecamatan Bukit Kapur Kabupaten Bengkalis. Pada tahun 1996 Ketua RW 3 meninggal dunia dan kemudian digantikan oleh Juliar, setelah terjadi pemekaran dari Kabupaten Bengkalis Menjadi Kotamdya Dumai pada tahun 1999, sehingga kampung Mumugo berubah menjadi RW 10 Kelurahan Lubuk Gaung Kecamatan Sungai Sembilan Kotamadya Dumai. Terakhir pada tahun 2004 Pemerintah Kotamadya Dumai melakukan penghapusan Rukun Warga (RW) sehingga akhirnya Kampung Mumugo menjadi RT 26 yang juga dijabat oleh Juliar selaku Ketua RT pada masa itu.

 

Pada bulan Oktober 1999 terjadi pemekaran lagi dari Kabupaten Bengkalis, dan terbentuklah beberapa Kabupaten termasuk Kabupaten Rokan Hilir, dimana menurut peta wilayah Kampung Mumugo termasuk kedalam wilayah administrasi Kabupaten Rokan Hilir, namun sampai tahun 2006 status kependudukan warga masyarakat Kampung Mumugo secara administrasi masih diurus oleh Pemerintah Kota Dumai.

Kemudian pada akhir tahun 2006 Bupati Rokan Hilir yang saat itu dijabat oleh Bapak H. Annas Maamun, mengundang ketua RT 26 Juliar bersama beberapa tokoh masyarakat bertujuan untuk merangkul agar Kampung Mumugo bergabung ke-Kabupaten Rokan Hilir, setelah dilakukannya musyawarah, maka didapat kata Mufakat oleh segenap masyarakat dan bersedia bergabung bersama Kabupaten Rokan Hilir.

Pada tanggal 18 Juli 2007 dilakukan peresmian Kepenghuluan Persiapan Mumugo Kecamatan Tanah Putih Kabupaten Rokan Hilir sekaligus pelantikan Juliar selaku pejabat Penghulu Mumugo dalam suatu Upacara Pelantikan bersama dengan pembentukan Kepenghuluan Persiapan Teluk Berembun Kecamatan Tanah Putih di Kepenghuluan Rantau Bais.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Rokan Hilir Nomor: 16 Tahun 2009 terbentuklah secara definitif Kepenghuluan Mumugo dan pada bulan November 2010 dilaksanakan Pemilihan Penghulu Mumugo dengan calon sebanyak 3 orang dan yang terpilih mendapatkan 84,3% suara atas nama Juliar kemudian dilantik pada 19 Februari 2011. Hingga tahun 2016


Nama-nama yang telah menjabat Kepala Kepenghuluan Mumugo adalah contoh sebagai berikut:

1.    (20092013) Penghulu           : Juliar

2.    (2013 – 2017) Penghulu           : Al. Yusni

3.    (2017 – sekarang) Penghulu     : Dahlan

Profil Desa Semambu Kuning

Desa Semambu Kuning

Desa Semambu Kuning merupakan hasil pemekaran dari Desa Simpang Gaung Kecamatan
Gaung kabupaten Indragiri Hilir. Luas wilayah Desa Semambu Kuning adalah ± 22,5 Km2
(Dua Puluh Dua Koma Lima Kilometer Persegi), secara administrasi desa semambu kuning
memiliki batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Desa Simpang Gaung di Sungai Gaung

Sebelah Selatan : Desa Sungai Empat Kecamatan Gaung Anak Serka

Sebelah Timur : Desa Pungkat

Sebelah Barat : Desa Teluk Kabung

Wilayah Desa Semambu Kuning meliputi :
a. Dusun Taruntung;
b. Dusun Mulia; dan
c. Dusun Sejahtera.

Ibu Kota Desa Semambu Kuning terletak di Dusun Sejahtera.

Dengan terbentuknya Desa Semambu Kuning, maka luas wilayah Desa Simpang Gaung yang
merupakan Desa Induk, menjadi ± 90,12 Km2 (Sembilan Puluh koma Dua Belas Kilometer
Persegi). Luas dan batas wilayah Desa Semambu Kuning dan Desa Simpang Gaung
sebagaimana tergambar dalam Peta Wilayah pada Lampiran III dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

TOR Kajian Implementasi SDGs dan RAD SDGs Provinsi Riau

Kajian Implementasi SDGs dan RAD SDGs Provinsi Riau

yang Melibatkan Industri Berbasis Sumber Daya Alam

 

 

I.           Pendahuluan

 

Sejak 2015, Indonesia berkomitmen untuk melaksanakan dan mewujudkan tercapainya pembangunan berkelanjutan—atau secara internasional dikenal dengan Sustainable Development Goals (SDG’s). Disepakati 193 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, Indonesia sendiri memandang bahwa tujuan dari SDG’s sejalan dengan agenda pembangunan nasional. Pemerintah gencar menjadikan pembangunan berkelanjutan sebagai pakem untuk pengembangan pembangunan di Indonesia. Selain dimuat dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembanguan Berkelanjutan, lebih rinci lagi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024.

 

Terdapat 17 tujuan dalam pembangunan berkelanjutan diantaranya: tanpa kemiskinan, tanpa kelaparan, kehidupan sehat dan sejahtera, pendidikan berkualitas, kesetaraan gender, air bersih dan sanitasi layak, energy bersih dan terjangkau, pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, industry, inovasi dan infrastruktur serta berkurangnya kesenjangan.

 

Selain itu, membuat kota dan komunitas yang berkelanjutan, konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab, penanganan perubahan iklim, ekosistem laut, ekosistem darat, perdamauan, keadilan dan kelembagaan yang tangguh dan terakhir kemitraan untuk mencapai tujuan. Berfokus pada empat pilar pembangunan yaitu sosial, lingkungan, ekonomi serta hukum dan tata kelola, Indonesia berupaya untuk dapat memenuhi seluruh indikator demi terwujudnya tujuan pembangunan

 

Bahkan melalui Kementerian PPN/ Bappenas bersama kementerian/ lembaga, organisasi masyarakat dan media, filantropi, pelaku usaha serta pakar merumuskan rencana aksi yang digunakan sebagai acuan bagi seluruh pemangku kepentingan di tingkat nasional dan daerah untuk merumuskan rencana aksi konkrit demi mewujudkan SDG’s.

 

Jikalahari hendak melakukan kajian terhadap realisasi dari SDG’s dan RAD SDG’s di daerah Provinsi Riau. Tingginya tingkat deforestasi di Riau pada kurun waktu 2015 – 2020 dan banyaknya persoalan lingkungan seperti banjir, kebakaran hutan dan lahan, perambahan kawasan hutan hingga perdagangan satwa yang dilindungi menjadi cerminan bagaimana realisasi SDG’s yang digaung-gaungkan masih jauh panggang dari api.

 

Jikalahari melakukan analisis terkait laju deforestasi sejak 1982 hingga 2020. Hutan alam di Riau sejak 1982 hingga saat ini telah berkurang mencapai 5.300.183 ha atau sebesar 78 persen dari luasan awal. Untuk 2020, luas hutan alam yang berkurang dari 2019 seluas 15.306 ha. Jumlah ini berkurang 50% dari luas deforestasi pada 2019.

Hilangnya tutupan hutan alam tentunya berdampak pada pencapaian tujuan dari SDGs sendiri. Dalam dokumen SDGs, dijelaskan untuk pilar lingkungan di tujuan ke 15, melindungi, merestorasi dan meningkatkan pemanfaatan berkelanjutan ekosistem daratan, mengelola hutan secara lestari, menghentikan penggundulan hutan, memulihkan degradasi lahan serta mengentikan kehilangan keanekaragaman hayati menjadi indikator utamanya.

 

Belum lagi di tujuan untuk penanganan perubahan iklim, pemerintah menyampaikan bahwa tindakan cepat untuk mengatasi perubahan iklim dan dampaknya adalah dengan menurunkan emisi gas rumah kaca dengan melakukan mencegah deforestasi, merestorasi lahan gambut, menggunakan energy terbarukan dan transportasi ramah lingkungan, menekan limbah industry dan mewujudkan industry ramah lingkungan serta mewujudkan pertanian yang ramah lingkungan. Hal ini diatur sesuai Perpres 61 Tahun 2011.

 

Namun pertanyaannya, sudahkan tujuan-tujuan ini terealisasi? Khusus untuk Riau yang dijadikan daerah percontohan pelaksanaan SDGs, Gubenur dan Bupati/ Walikota bersama berbagai pihak telah menyusun dokumen RAD SDGs dan komitmen ini dikuatkan dengan terbitnya Peraturan Gubernur No 33 Tahun 2018 pada 5 Juni 2018 tentang RAD TPB/ SDGs tahun 2017 – 2019. RAD ini disusun oleh tim koordinasi daerah yang bekerja sama dengan UNDP dan Tanoto Foundation. Mereka mengintergrasikan pembangunan Riau dengan tujuan-tujuan SDGs.

 

Untuk itu kajian ini dilakukan, untuk melihatt bagaimana realisasi dari RAD SDG’s di Riau serta bagaimana dampak dari penerapan SDG’s terhadap upaya perbaikan dan perlindungan terhadap lingkungan hidup, hutan dan sumber daya alam Indonesia dan terkhususnya di Riau.

 

II.         Tujuan:

Kegiatan analisis kebijakan ini dilakukan untuk:

1.        Mengkaji dampak penerapan SDG’s terhadap upaya perbaikan dan perlindungan terhadap lingkungan hidup, hutan dan sumber daya alam Indonesia

2.       Mengevaluasi realisasi RAD SDG’s Provinsi Riau serta memetakan dampak SDG’s terhadap industry berbasis SDA, terutama industry HTI di Indonesia

3.       Memberikan masukan kepada pemerintah untuk perbaikan kebijakan demi perbaikan lingkungan.

 

 

III.       Tim Ahli dan Perumus

Dalam kajian ini, Jikalahari akan melibatkan tiga orang tim ahli, diantaranya:

1.        Gusliana HB, Ahli Hukum Tata Negara

Mengkaji realisasi SDG’s secara nasional serta peraturan pendukung untuk melihat implementasi SDG’s terhadap upaya perbaikan dan perlindungan lingkungan hidup, hutan dan SDA

2.       Susanto Kurniawan,

Mengkaji dan mengevaluasi implementasi RAD DSG’s Provinsi Riau

3.       Made Ali, Koordinator Jikalahari

Mengkaji persoalan-persoalan yang muncul sebelum SDG’s muncul dan dampak yang ditimbulkan dari implementasi SDG’s di Riau terutama untuk sektor lingkungan hidup dan kehutanan

 

Dalam menyusun analisis kebijakan, Ahli akan dibantu oleh Tim Perumus

1.        Okto Yugo Setyo

2.       Arpiyan Sargita

3.       Mulyadi

4.       Muhammad Ivanaldi

5.       Nurul Fitria

 

Ahli akan menuliskan paper hasil analisis yang nantinya akan dibahas bersama Tim Perumus pada FGD I yang akan dilaksanakan via Zoom. Pasca FGD, akan dihasilkan naskah final berbentuk Brief dari analisis kebijakan. Brief akan dipublikasi dan didiskusikan Bersama pembuat kebijakan saat roadshow.

 

IV.       Tahapan Kegiatan

Dalam melaksanakan kajian ini, akan ada beberapa tahapan kegiatan diantaranya:

1.        Pembentukan tim ahli

Perumus akan mendiskusikan ahli yang terlibat, menghubungi dan menjelaskan terkait kajian yang akan dilaksanakan. Jika ahli telah setuju, perumus akan memberikan ToR dan bahan-bahan kajian untuk dipelajari oleh ahli. Ahli akan membuat draft awal analisis, memetakan arah kajian serta membuat daftar bahan yang diperlukan untuk melengkapi kajian. Nantinya tim perumus akan mengumpulkan bahan sesuai yang dibutuhkan ahli.

 

2.       FGD I

Focus Group Discussion I digelar untuk mendiskusikan latar belakang kajian, menyamakan perspektif antara ahli dan perumus serta membagi topik yang akan dianalisis oleh ke 3 ahli. Dalam FGD I juga dibahas kerangka analisis sehingga memudahkan ahli dalam memetakan persoalan untuk dianalisis. Ahli bersama perumus juga akan kembali menyusun timeline kegiatan yang disesuaikan dengan waktu ahli.

NB: diharapkan dalam FGD I, ahli telah menyiapkan draft awal analisis dalam bentuk word ataupun PPT

 

3.       Penyusunan Naskah Analisis

Pasca FGD I, ahli akan menyusun naskah analisis kebijakan yang disepakati sesuai dengan keahlian. Selama penyusunan naskah berlangsung, ahli dapat berkomunikasi dengan tim perumus jika ada data pendukung yang dibutuhkan. Diharapkan naskah analisis dapat dikirimkan ke perumus paling lambat 3 hari jelang dilaksanakannya FGD II. Sehingga tim perumus dapat mengkompilasi poin-poin utama analisis tim ahli untuk dibahas bersama dalam FGD II.

 

4.       FGD II

FGD II dilaksanakan untuk mendiskusikan hasil analisis dari ahli. Dalam diskusi ini seluruh ahli dan perumus dapat memberikan masukan terhadap naskah analisis untuk melengkapi hal yang terlewat atau yang belum terbahas dalam analisis yang telah dibuat.

 

5.       Finalisasi Naskah

Pasca FGD II, seluruh masukan yang diberikan akan ditambahkan oleh tim ahli dan perumus untuk menjadi naskah kajian yang utuh. Setelah naskah selesai diperbaiki, tim perumus dan ahli menyiapkan presentasi untuk menyampaikan hasil analisis dalam Konsultasi Publik, untuk mendapatkan masukan dari masyarakat.

 

6.       FGD III & Konsultasi Publik

Diskusi antara ahli, perumus dan masyarakat serta pihak-pihak terkait dengan analisis untuk mendapatkan masukan.

 

7.       Perbaikan Masukan Hasil Konsultasi, Cetak, Publikasi dan Roadshow

Setelah konsultasi publik, seluruh masukan berkaitan untuk melengkapi hasil analisis ditambahkan dalam naskah. Hasil analisis yang telah dicetak akan dipublikasikan dan diberikan kepada pihak terkait.

Huruf Whatsapp Tebal dan Miring

Huruf Whatsapp Tebal dan Miring

Pengguna Whatsapp kini bisa melakukan formatting text atau customize format huruf, seperti cetak tebal (bold), miring (italic), dan teks yang dicoret (strikethrough). WhatsApp tidak menyediakan menu khusus layaknya di aplikasi MS Word untuk fitur baru tersebut. Dibutuhkan trik-trik tertentu untuk membuat teks dengan format itu.

Berikut cara-cara melakukan nya :




Bold (cetak tebal)
Untuk membuat teks di pesan WhatsApp menjadi cetak tebal, tambahkan tanda asterik (*) di depan dan belakang teks yang diinginkan, misalnya *Tebal*.

Italic (cetak miring)
Untuk membuat teks di pesan WhatsApp menjadi cetak miring, tambahkan tanda underscore (_) di depan dan belakang teks yang diinginkan, misalnya _miring_.

Strikethrough (teks yang dicoret)
Untuk membuat teks di pesan WhatsApp memiliki coretan, tambahkan tanda tilde (~) di depan dan belakang teks yang diinginkan, misalnya ~teks dicoret~.

Pastikan versi WhatsApp yang Anda miliki adalah versi 2.12.17 untuk versi iOS dan 2.12.5 untuk versi Android atau yang terbaru, dengan mendaftar sebagai Beta Tester dan melakukan update di toko aplikasi iOS atau Android.

Kode ini juga bisa dipakai WhatsApp versi desktop atau WhatsApp Web Client. Namun, format huruf-huruf di atas (bold, italic, dan strikethrough) hanya akan muncul di versi aplikasi mobile.

Ramaikan Kendui Koang Ulang Tahun Rokan Hilir ke 19

Ramaikan Kendui Koang Ulang Tahun Rokan Hilir ke 19

Sehubungan dalam Rangka Menyambut Ulang Tahun Kabupaten Rokan Hilir Generasi Pesona Indonesia (GENPI) Rokan Hilir Mengadakan Acara Kendui Koang, Berikut adalah informasi detail rancangan acara tersebut :